Jumat, 25 September 2015

Air Terjun Sri Gethuk

Air Terjun Sri Gethuk Gunungkidul

Objek wisata Air Terjun Sri Gethuk di Gunungkidul disebut-sebut memiliki kemiripan dengan sebuah destinasi wisata di Amerika Serikat yang terkenal, yakni Grand Canyon Arizona.
Selama ini, Kabupaten Gunungkidul di Yogyakarta identik dengan gugusan bukit kapur yang gersang dan tandus. Tiada yang salah dengan persepsi banyak kalangan tentang daerah ini.
Tetapi, justru di Gunungkidul terdapat tak kurang dari 15 pantai Gunungkidul yang menawan, tujuan wisata goa yang unik, serta panorama air terjun yang memikat.
Gunungkidul masih menyimpan potensi alam berupa aliran sungai yang membelah tebing-tebing tinggi. Salah satunya terlihat dari Air Terjun Sri Gethuk ini. Uniknya, aliran air terjun ini tidak mengenal musim, baik musim hujan atau kemarau panjang sekalipun dengan tetap mengalir tanpa henti.
Air Terjun Sri Gethuk Gunungkidul adalah keunikan alam yang sungguh sayang jika dilewatkan, terutama ketika Anda sedang berwisata ke Yogyakarta. Anda hanya perlu menaiki kendaraan dan melintasi hutan kayu putih milik Perhutani untuk dapat sampai di lokasi.
Pada sebuah area pemancingan yang juga berfungsi sebagai area parkir, perjalanan menuju air terjun harus dilanjutkan dengan berjalan kaki. Ada dua opsi jalan yang bisa dilalui, yang pertama dengan menyusuri jalans setapak. Sepanjang perjalanan Anda akan menyaksikan hamparan sawah dihiasi lambaian nyiur kelapa.
Sementara opsi kedua terbilang cukup ekstrim, Anda harus melintasi derasnya arus Sungai Oya dengan rakit sederhana yang terbuat dari papan dan drum bekas.
Perahu rakit yang membawa ke lokasi air terjun
Perahu rakit yang membawa ke lokasi air terjun via yogyatrip.com
Perjalanan menuju objek wisata Air Terjun Sri Gethuk di Gunungkidul ini akan sangat menyenangkan jika dilakukan pada pagi hari, terlebih lagi apabila Anda memilih opsi melintasi Sungai Oya.
Di pagi hari, arus Sungai Oya masih terbilang tenang sehingga perjalanan dipastikan akan nyaman sembari menikmati hangatnya sapaan mentari pagi.
Di sepanjang aliran sungai, perdu dan belukar terlihat begitu hijau alami di tengah kokohnya tebing-tebing Karst yang melindunginya pada sisi kanan dan kiri sungai. Suara rakit yang berirama menyibak jernihnya air seolah berpadu dengan nyanyian alam yang sungguh menentramkan jiwa.
Menyusuri Sungai Oya

Mitos Air Terjun Sri Gethuk

Dibalik kepopuleran Air Terjun Sri Gethuk Gunungkidul ini, terselip cerita yang melegenda berkaitan dengan lokasi dan penamaan air terjun tersebut.
Menurut kisah lokal, Air Terjun Sri Gethuk konon adalah tempat khusus untuk menyimpan Kethuk. Kethuk adalah alat musik atau gamelan milik makhluk halus, yakni Jin Anggo Meduro.
Papan selamat datang di kawasan wisata Air Terjun Sri Gethuk
Papan selamat datang di kawasan wisata Air Terjun Sri Gethuk via piedab.blogspot.com
Inilah asal muasal penamaan air terjun ini menjadi Sri Getuk, yang diambil dari nama alat musik atau gamelan tersebut. Hingga sekarang, pada waktu-waktu tertentu masyarakat setempat masih sering mendengar alunan suara gamelan dari arah lokasi Air Terjun Sri Gethuk.

Pelangi di Air Terjun Sri Gethuk

Tak lebih dari 15 menit melintasi Sungai Oya, Anda akan tiba di lokasi Air Terjun Sri Gethuk Gunungkidul. Gemuruh air terjun mulai terdengar di telinga, mengundang rasa penasaran untuk segera menikmatinya dari dekat.
Batu-batuan yang terbentuk indah di bawah air terjun tersusun menyerupai undak-undakan laksana tepian kolam renang di rumah-rumah mewah.
Menikmati guyuran air terjun
Menikmati guyuran air terjun
Saat Anda memutuskan untuk lebih mendekat dan mandi di bawah air terjun, sejurus kemudian terasa seperti berada di negeri dongeng dimana air jernih melimpah mengguyur sekujur tubuh.
Kala musim hujan, Anda berkesempatan besar untuk menyaksikan pelangi indah di Air Terjun Sri Gethuk. Pesona pelangi yang menghiasi air terjun ini seolah membawa Anda pada kisah dongeng tentang bidadari berselendang pelangi.
Pemandangan Air Terjun Sri Gethuk di Gunungkidul
Pemandangan Air Terjun Sri Gethuk di Gunungkidul via eibidiei.wordpress.com
Kawasan wisata Air Terjun Sri Gethuk sejatinya masih butuh pengembangan lebih serius dari stakeholder setempat. Sebab, air terjun Jogja yang indah ini memiliki potensi besar menjadi destinasi wisata Gunungkidul yang populer.
Panaroma alam yang sungguh alami dan keasrian sepanjang perjalanan menuju lokasi terasa sungguh menyenangkan, ditambah pula dengan satwa-satwa liar yang berkeliaran bebas.
Panorama alami Air Terjun Sri Gethuk

Rute Perjalanan ke Air Terjun Sri Gethuk

Jika Anda memulai perjalanan dari pusat Kota Yogyakarta ke lokasi Air Terjun Sri Gethuk Gunungkidul, Anda dapat mengambil arah ke Wonosari. Ikuti terus jalan Jogja-Wonosari hingga sampai di pertigaan Gading. Di pertigaan tersebut, terdapat papan penunjuk arah dan ikutilah jalan sesuai petunjuk arah tersebut hingga Anda tiba di daerah Playen.
Di daerah Playen, terdapat banyak petunjuk arah menuju lokasi Air Terjun Sri Gethuk serta sejumlah objek wisata lainnya. Sebaiknya Anda mengambil arah melalui jalan beraspal meskipun berjarak sedikit lebih jauh dibandingkan jika melalui jalan off-road. Jalan off-road ini patut dihindari mengingat kondisinya yang lumayan buruk atau lebih tepatnya jalan yang berbatu.




http://www.initempatwisata.com/wisata-indonesia/jogjakarta/inilah-pesona-air-terjun-sri-gethuk-di-gunungkidul-jogja/3732/

Taman Mini Indonesia Indah

Wisata Jakarta – Taman Mini Indonesia Indah (TMII)

Teater IMAX Keong Mas
 
 
Taman Mini Indonesia Indah atau yang biasa disingkat dengan TMII adalah salah satu tempat wisata yang terletak di Jakarta Timur. Dibangun di atas tanah seluas 150 hektar, Taman Mini Indonesia Indah adalah salah satu taman rekreasi terbesar di Indonesia.
Taman Mini Indonesia Indah merupakan sebuah taman rekreasi yang berisi gambaran kebudayaan nusantara. Di sini, Anda bisa melihat sebuah danau dengan miniatur kepulauan Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Tak hanya itu, masih ada banyak kebudayaan khas tiap provinsi di Indonesia yang dipamerkan di sini mulai dari tarian daerah, pakaian adat, rumah ibadah tiap agama resmi di Indonesia, berbagai museum dan lain-lain.
TMII
TMII
Rencana pembangunan diawali dari pertemuan di rumah Soeharto, mantan presiden Indonesia, di Jalan Cendana Nomor 8, Jakarta, pada tanggal 13 Maret 1970. Dalam pertemuan tersebut, Siti Hartinah atau yang lebih dikenal dengan panggilan Ibu Tien yang merupakan istri mantan Presiden Soeharto mengusulkan akan dibangun sebuah lokasi yang memuat wisata budaya untuk membangkitkan kebanggaan rakyat Indonesia terhadap budaya nusantara.
Kemudian dimulailah proyek miniatur Indonesia ‘Indonesia Indah’ di bawah Yayasan Harapan Indah. Pembangunan dimulai pada tahun 1972 dan pada tanggal 20 April 1975, TMII resmi dibuka. Pada tahun 1991, dibuat maskot untuk tempat wisata ini berupa tokoh wayang Hanoman yang diberi nama NITRA (Anjani Putra).

Apa saja yang ada di Taman Mini Indonesia Indah?

Di sini, Anda bisa memuaskan diri untuk melihat kebudayaan setiap provinsi di Indonesia dalam satu tempat. Berikut wahana-wahana menarik di Taman Mini Indonesia Indah:

Anjungan Daerah

Di Anjungan Daerah, Anda bisa melihat kebudayaan dari 34 provinsi yang ada di Indonesia. Setiap provinsi memiliki anjungan yang menampilkan bangunan atau rumah adat, pakaian tradisional, busana pernikahan, senjata khas sampai peralatan rumah tangga yang digunakan sehari-hari.
Taman Mini Indonesia Indah
Taman Mini Indonesia Indah
Di setiap anjungan terdapat panggung untuk menampilkan pertunjukan tarian tradisional, upacara adat dan juga pertunjukan musik khas daerah masing-masing. Pertunjukan budaya ini biasa dilakukan pada hari Minggu, saat jumlah pengunjung mengalami kenaikan dibanding hari-hari biasa.
Pada beberapa anjungan juga terdapat kafetaria yang menyajikan makanan khas masing-masing daerah. Ada pula toko suvenir yang menjual berbagai macam suvenir berupa kerajinan tangan tiap daerah, pakaian adat sampai aksesoris khas daerah.
Pada tahun 1975 – 2000, Anjungan Daerah berisi miniatur kebudayaan dari 27 Provinsi di Indonesia. Sampai pada tahun 2002, saat Timor Timur lepas dari Indonesia, anjungannya berubah nama menjadi Museum Timor Timur. Selain itu, seiring bertambahnya jumlah provinsi di Indonesia menjadi 34 provinsi, dibangun pula anjungan baru untuk Banten, Bangka Belitung, Papua Barat, Sulawesi Barat, Maluku Utara, Gorontalo dan Kepulauan Riau. Meskipun anjungan-anjungan tersebut berukuran lebih kecil dibanding anjungan lain yang telah dibangun sebelumnya.

Bangunan Keagamaan

Terdapat bangunan rumah ibadah setiap agama resmi di Indonesia yang masih aktif digunakan di Taman Mini Indonesia Indah:
  • Masjid Pangeran Diponegoro
  • Gereja Katolik Santa Catharina
  • Gereja Protestan Haleluya
  • Pura Panataran Agung Kertabumi
  • Vihara Arya Dwipa Arama
  • Kuil Konghucu Kong Miao
  • Sasana Adirasa Pangeran Samber Nyawa

Sarana Rekreasi

Istana Anak-anak Indonesia

Wahana ini merupakan wahana favorit anak-anak yang mengunjungi Taman Mini Indonesia Indah. Di sini, anak-anak bisa menyimak dongeng-dongeng dunia dan cerita rakyat dari Indonesia.

Kereta gantung

Kereta gantung bisa digunakan sebagai transportasi di Taman Mini Indonesia Indah. Dengan menggunakan kereta gantung ini Anda juga bisa melihat kawasan Taman Mini Indonesia Indah dari atas dengan leluasa. Tarif yang dikenakan adalah 30.000 Rupiah per orang.

Perahu angsa

TMII
TMII
Perahu angsa digunakan untuk menjelajahi miniatur pulau-pulau dan berkeliling danau. Tarif yang dikenakan adalah 7.500 Rupiah per orang.

Snow Bay

Snow Bay TMII
Snow Bay TMII
Snow Bay merupakan kolam renang dan wahana permainan air di Taman Mini Indonesia Indah.

Pusat Peragaan IPTEK

Di sini, Anda bisa melihat beragam karya IPTEK dan juga melakukan percobaan ringan. Harga tiket masuk adalah 17.000 Rupiah per orang.

Taman

Ada banyak taman di Taman Mini Indonesia Indah yang berisi koleksi flora dan fauna Indonesia yang beragam. Di antara taman-taman tersebut adalah:
  • Taman Anggrek
  • Taman Apotek Hidup
  • Taman Kaktus
  • Taman Melati
  • Taman bunga Keong Mas
  • Taman Bekisar
  • Taman Burung
  • Akuarium Ikan Air Tawar

Museum

Museum Indonesia

Bangunan museum ini berupa gedung tiga lantai dengan pahatan cerita Ramayana di dindingnya. Di museum ini, Anda bisa melihat beragam gambaran budaya Indonesia mulai dari transportasi tiap daerah dari masa ke masa dan adat istiadat daerah.

Museum Keprajuritan

Di museum ini, Anda bisa melihat bagaimana perjuangan rakyat Indonesia dalam merebut kemerdekaan. Bangunan museum dikelilingi oleh kolam yang menggambarkan pertahanan Indonesia dengan mengandalkan kekuatan di luasnya perairan negara.

Museum Perangko

Di sini, Anda bisa melihat perkembangan perangko di Indonesia dan juga alat cetaknya dari masa ke masa.

Museum Pusaka

Museum ini berisi koleksi pusaka atau senjata dari berbagai daerah di Indonesia. Selain itu, Anda juga bisa melihat kegiatan perawatan pusaka.

Museum Transportasi

Ada beragam koleksi jenis transportasi di Indonesia dan dunia.

Museum Listrik dan Energi Baru

Di museum ini, Anda bisa melihat bagaimana pentingnya menghemat energi listrik dan menggunakannya hanya seperlunya saja untuk mencegah pemanasan global.

Museum Minyak dan Gas Bumi

Bangunan museum ini berbentuk anjungan leps pantai. Di sini, Anda bisa melihat video pengolahan minyak dan gas bumi serta koleksi peralatan pertambangan.

Museum Telekomunikasi

Ciri khas bangunan museum ini adalah kubah berwarna biru dan adanya patung Gajah Mada saat sedang mengucapkan Sumpah Palapa. Patung Gajah Mada digunakan karena nama satelit telekomunikasi yang dimiliki Indonesia adalah Palapa, sama dengan sumpah yang pernah diucapkan Gajah Mada.

Museum Olahraga

Museum ini memiliki bangunan unik berbentuk bola. Di dalamnya, Anda bisa mendapat banyak informasi mengeni pentingnya olahraga bagi kesehatan jasmani dan rohani setiap orang.

Museum Asmat

Seperti namanya, museum ini memamerkan koleksi hasil kerajinan dan karya seni dari suku yang menghuni Papua ini.

Museum Komodo

Bangunan museum ini menyerupai binatang komodo. Di dalamnya, Anda bisa melihat banyak peragaan fauna di Indonesia dan berbagai informasi tentangnya.

Museum Serangga

Anda bisa melihat sekitar 250.000 jenis serangga. Yang menarik adalah koleksi kupu-kupunya yang berwarna-warni.

Teater

Teater IMAX Keong Mas

Teater IMAX Keong Mas
Teater IMAX Keong Mas
Teater ini memiliki layar dengan ukuran lebih besar dari layar-layar di banyak teater pada umumnya. Di sini, diputar film-film mengenai lingkungan dan kebudayaan Indonesia, selain itu ada pula pemutaran film-film box office.

Teater Tanah Airku

Teater Tanah Airku adalah teater pertama di Indonesia yang dilengkapi dengan panggung untuk menggelar pertunjukan seni. Teater ini didukung pula dengan teknologi modern pada pencahayaan, pengeras suara dan peralatan panggung lainnya.

Teater 4D

Teater 4D atau 4 dimensi akan membuat pengalaman menonton menjadi tak terlupakan karena efek 4 dimensi yang ditimbulkannya selama film diputar.

Apa hal menarik lainnya di Taman Mini Indonesia Indah?

Masih ingin mencari hal yang menarik di Taman Mini Indonesia Indah? Berikut beberapa hal menarik lainnya:

Pusat Informasi Budaya dan Wisata

Pusat Informasi Budaya dan Wisata atau bisa disingkat menjadi PIBW ini merupakan sebuah tempat terpadu untuk mendapatkan informasi mengenai budaya dan wisata Indonesia di Taman Mini Indonesia Indah. Di dalamnya terdapat teater mini, perpustakaan dan ruang baca yang memiliki lebih dari 40.000 koleksi buku dan 7.000 judul buku audio visual.
Di sini juga tersedia paket wisata keliling Taman Mini Indonesia Indah. Hal ini tentunya bisa menghemat waktu dan uang Anda. Ada beberapa pilihan paket wisata yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan Anda. Selain itu, terdapat diskon untuk peserta yang daftar secara rombongan.

Wisata kuliner

Setelah berkeliling, tentunya Anda perlu beristirahat dan mengisi perut. Di Taman Mini Indonesia Indah, ada beberapa tempat yang bisa Anda pilih:

Kafetaria di Anjungan Daerah

Beberapa Anjungan Daerah menyediakan kafetaria yang menyajikan kuliner khas daerah masing-masing. Anda bisa memanfaatkannya untuk beristirahat sekaligus mengenal keragaman kuliner nusantara.

Puri Caping Gunung Rest and Convention

Dari kejauhan, tempat makan ini mudah dikenali karena bentuknya yang menyerupai caping atau topi petani. Puri Caping berada di depan Anjungan Nusa Tenggara. Restoran ini menyajikan beragam menu mulai dari kuliner khas Indonesia sampai menu internasional.

Pasar Tiban

Pasar Tiban berarti pasar murah. Di pasar ini terdapat banyak kios penjual makanan dengan harga terjangkau. Ada beragam kuliner khas nusantara yang ditawarkan seperti gudeg, pecel lele, tahu campur, bajigur, siomay dan lain-lain.

Akomodasi

Jika ingin bermalam, ada beberapa penginapan yang bisa Anda pilih:

Desa Wisata

Desa Wisata merupakan penginapan yang berada di kawasan Taman Mini Indonesia Indah. Penginapan ini menawarkan suasana khas pedesaan yang asri dan sejuk. Selain kamar, tersedia pulau beragam fasilitas pendukung seperti jogging track, panggung terbuka, restoran dan juga lapangan bola voli.

Graha Wisata Remaja

Graha Wisata Remaja juga berada di kawasan Taman Mini indonesia Indah. Penginapan ini terdiri dari tiga lantai dengan 44 kamar tersedia. Harga yang ditawarkan relatif lebih terjangkau dengan fasilitas pendukung seperti ruang olahraga tenis meja. Lokasinya strategis karena berada tak jauh dari stasiun kereta gantung, water park dan beberapa museum di Taman Mini indonesia Indah.

Tiket masuk dan jam buka

Harga tiket masuk dan parkir Taman Mini Indonesia Indah

  • Pengunjung: 10.000 Rupiah per orang
  • Sepeda: 1.000 Rupiah
  • Sepeda motor: 6.000 Rupiah
  • Mobil: 10.000 Rupiah
  • Bus / Truk: 30.000 Rupiah
Anda diharuskan membayar lagi untuk memasuki setiap wahana yang ada du dalam kawasan Taman Mini Indonesia Indah.

Jam buka Taman Mini Indonesia Indah

Setiap hari: 07:00 – 21:00









http://anekatempatwisata.com/wisata-jakarta-taman-mini-indonesia-indah-tmii/

Kawah Ijen

Fenomena Alam Api Biru "Blue Fire" di Kawah Ijen

Api seperti yang diketahui warnanya pasti merah, lantas bagaimana jika Anda ingin melihat sebuah api yang warnanya berbeda, tidak merah melainkan berwarna biru dan keluar dari sebuah kawah gunung. Dapatkah dibayangkan Anda berdiri dan menyaksikan fenomena itu dengan kepala Anda sendiri, momen keajaiban alam yang tiada taranya. Teramat spesial untuk dilewatkan karena di dunia hanya ada dua fenomena yang terjadi seperti ini dan salah satunya ada di Indonesia.

Adalah kawah biru atau blue fire, fenomena alam yang unik dan hanya dapat dilihat di Kawah Ijen - Banyuwangi saja. Saking indahnya fenomena ini bahkan mengalahkan popularitas matahari terbit di Banyuwangi yang disebut sebagai matahari pertama di Jawa. Tak hanya itu, banyak wisatawan dari berbagai negara rela datang jauh-jauh sekedar untuk melihat penampakan si Api Biru di kawah Ijen.

Cara Mencapai Api Biru
Nah, sekarang bagaimana jika Anda ingin menyaksikan fenomena ini? Hal pertama yang mesti Anda lakukan adalah pergi terlebih dahulu ke Banyuwangi dan semuanya melalui jalan darat menggunakan angkutan bus umum. Anda dapat mencapai Kawah Ijen atau Gunung dari dua arah yaitu, dari arah utara atau dari selatan. Dari arah utara, bisa di tempuh melalui Situbondo menuju Sempol (Bondowoso) lewat Wonosari dan dilajutkan ke Paltuding. Jarak Situbondo ke Paltuding sekitar 93 Km dan dapat ditempuh sekitar 2,5 jam.

Sedangkan dari arah selatan dapat dilalui dari Banyuwangi menuju Licin yang berjarak 15 Km. Dari Licin menuju Paltuding berjarak 18 Km dan diteruskan menggunakan Jeep atau mobil berat lainnya sekitar 6 Km sebelum ke Paltuding. Ini dikarenakan jalan yang berkelok dan menanjak.
Daerah ini bisa dicapai dengan menggunakan kendaraan umum dari Banyuwangi menuju Jambu.Dari Jambu, anda bisa melanjutkan perjalanan menuju Cagar Alam Taman Wisata Kawah Ijen yang terletak di Paltuding dengan menggunakan ojek dan kemudian dilanjutkan dengan jalan kaki.


Ada baiknya Anda bermalam di sekitaran Kawah Ijen karena Anda bisa menikmati momen melihat api biru dengan bantuan dari pemandu wisata terlatih. Di pos akhir Paltuding ada penginapan sederhana yang dikelola Departemen dengan harga yang bervariasi mulai dari kamar seharga Rp 100.000 per malam sampai vila dengan tiga kamar seharga Rp 500.000 per malam. Dari sini Anda tinggal naik ke kawah Gunung Ijen menunggu waktu pagi hari.
Jika Anda ingin menginap di tempat lainnya, disana juga ada guest house milik PTP di Perkebunan Belawan dan Jampit dengan harga mulai Rp 135.000 per kamar per malam. Tapi dari dua perkebunan ini Anda harus menyewa kendaraan menuju ke pos Paltuding sejauh enam kilometer untuk keperluan mendaki gunung. Namun ada satu hal yang harus menjadi bahan pertimbangan Anda sebelum ke Kawah Ijen, yaitu jaga kondisi badan agar selalu fit.

Waktu Terbaik Melihat Api Biru
Waktu terbaik untuk berkunjung ke Gunung Ijen adalah di musim kemarau pada bulan Juli sampai September. Pada musim hujan sangat bahaya untuk mendaki karena jalanannya licin. Saat terbaik untuk mendaki gunung pukul 05.000 sampai 06.00 WIB karena di pagi hari matahari belum bersinar terik dan lama perjalanan untuk naik dan turun gunung sekitar empat jam. Pemandangan di pagi hari lebih indah karena banyak kabut yang menyelumuti gunung dan uap belerang belum berbau.


Api biru hanya dapat dilihat pada dini hari di Kawah Ijen, yaitu pada pukul 01.00-02.00, sebelum matahari terbit. Puncak momen keindahan Kawah Ijen terletak pada saat matahari sedang berada di belahan bumi lainnya. Warna terang ini berasal dari tingginya suhu yang ada di kawah tersebut.

Sekilas Mengenai Kawah Ijen
Gunung Ijen atau lebih di kenal dengan Kawah Ijen merupakan salah satu gunung yang masih aktif sampai sekarang. Ijen merupakan satu komplek gunung berapi yang terdiri dari kawah gunung Ijen dan dataran tingginya. Kawasan ini terletak di tiga kabupaten yaitu Situbondo, Bondowoso dan Banyuwangi. Memiliki ketinggian 2.443 m dari atas permukaan laut, berdinding kaldera setinggi 300-500 m dan gunung ini telah meletus sebanyak empat kali yaitu pada tahun tahun 1796, 1817, 1913 dan 1936.


Kawah Ijen merupakan pusat danau kawah terbesar di dunia, yang bisa memproduksi 36 juta meter kubik belerang dan hidrogen klorida dengan luas sekitar 5.466 hektar. Kawah yang berbahaya ini memiliki keindahan yang sangat luar biasa dengan danau belerang berwarna hijau toska dengan sentuhan dramatis dan elok. Danau Ijen memiliki derajat keasaman nol dan memiliki kedalaman 200 meter. Keasamannya yang sangat kuat dapat melarutkan pakaian dan jari manusia. 






Gunung Tangkuban Parahu

Indahnya Wisata Gunung Tangkuban Perahu

Advertisement
Indahnya Wisata Gunung Tangkuban Perahu yang menjadi tujuan wisata populer di kawasan Bandung dan sekitarnya ini memiliki banyak sekali peminat baik itu wisatawan lokal maupun asing. Selain karena namanya yang sudah tersohor karena legenda Sangkuriang, Gunung Tangkuban Perahu memanglah tempat wisata di Bandung yang sangat Indah sekali.Gunung Tangkuban Perahu merupakan salah satu gunung yang berada di Provinsi Jawa Barat, Pulau Jawa, Indonesia.
Berjarak sekitar 20 km menuju ke arah utara adalah Kota Bandung, dengan rimbun dan banyak pohon pinus serta hamparan hijau kebun teh yang ada di sekitarnya, Gunung Tangkuban Parahu memiliki ketinggian kurang lebihnya adalah sekitar 2.084 meter.
Bentuk dari gunung ini adalah Stratovulcano dengan memiliki pusat erupsi yang selalu berpindah dari timur ke barat. Jenis dari bebatuan yang dikeluarkan melewati letusan dari gunung ini kebanyakan adalah lava dan sulfur, mineral yang banyak dikeluarkan adalah seperti sulfur belerang, mineral yang dikeluarkan pada waktu gunung sedang tidak aktif adalah uap belerang.

Gunung Tangkuban Perahu

Gunung Tangkuban Perahu
Gunung Tangkuban Perahu
Daerah kawasan wisata Gunung Tangkuban Perahu dikelola oleh Perum Perhutanan. Tingkat suhu rata-rata pada setiap harinya adalah sekitar 17 derajat celcius pada waktu siang hari dan bersuhu sekitar 2 derajat celcius pada malam hari. Gunung Tangkuban Parahu juga memiliki kawasan hutan Dipterokarp Bukit, hutan Montane, hutan Dipterokarp Atas, serta Hutan Ericaceous atau hutan gunung.
Asal-usul Gunung Tangkuban Parahu
Asal-usul dari Gunung Tangkuban Parahu selalu terkait dengan sebuah legenda Sangkuriang, yang pada kisahnya telah jatuh cinta kepada ibunya sendiri yang bernama Dayang Sumbi. Kemudian demi untuk menggagalkan rencana dan niat anaknya sendiri untuk menikahinya, Dayang Sumbi memberikan syarat agar Sangkuriang dapat membuat sebuah perahu dalam kurun waktu semalam.
Kawah Ratu Gunung Tangkuban Perahu
Kawah Ratu Gunung Tangkuban Perahu
Pada waktu usahanya sudah gagal, Sangkuriang kemudian marah dan kemudian menendang perahu setengah jadi yang dibuatnya tersebut yang kemdudian mendarat dalam keadaan terbalik. Perahu yang telah di tendang Sangkuriang inilah yang kemudian membentuk sebuah Gunung Tangkuban Parahu.
Status Gunung Tangkuban Perahu
Gunung Tangkuban Parahu ini masih termasuk dalam kategori gunung berapi aktif yang statusnya terus diawasi terus oleh Badan Direktorat Vulkanologi Indonesia. Diantara beberapa kawahnya juga masih menunjukkan tanda tanda dari aktifnya gunung ini. Beberapa tanda dari aktivitas gunung berapi ini adalah seperti munculnya gas belerang serta sumber-sumber air panas yang berada di kaki gunungnya, di antaranya adalah yang terdapat di kasawan Ciater, Subang.
Gunung Tangkuban Perahu
Wisatawan yang berkunjung ke Gunung Tangkuban Perahu
Keberadaan dari gunung ini serta bentuk dari topografi Bandung yang seperti cekungan dengan banyak bukit dan gunung pada setiap sisinya semakin menguatkan teori bahwa adanya sebuah telaga besar yang sekarang merupakan kawasan Bandung.
Para ahli geologi meyakini bahwa kawasan dataran tinggi Bandung yang memiliki ketinggian kurang lebihnya sekitar 709 m di atas permukaan air laut adalah sisa-sisa dari danau besar yang terbentuk akibat pembendungan Ci Tarum oleh letusan gunung berapi purba yang dikenal dengan nama Gunung Sunda dan Gunung Tangkuban Parahu hanya merupakan sisa dari Gunung Sunda purba yang sampai sekarang masih aktif.
Fenomena seperti ini juga bisa dilihat pada Gunung Krakatau yang berada di Selat Sunda dan kawasan Ngorongoro yang berada di Tanzania, Afrika. Sehingga legenda dari Sangkuriang yang merupakan sebuah cerita masyarakat yang ada kawasan itu diyakini adalah sebuah dokumentasi dari masyarakat yang hidup di kawasan Gunung Sunda Purba terhadap berbagai peristiwa pada waktu itu.
Rutel Perjalanan Aksesibilitas Dengan Kendaraan
Rute jalan untuk dapat sampai di kawasan obyek wisata Gunung Tangkuban perahu dapat melewati pintu tol Pasteur, lali dilanjutkan menuju ke Jl. Dr. Djunjunan – lanjut lagi dengan berjalan ke Pasirkaliki – kemudian melewati Sukajadi – Setiabudi – Lembang lalu Anda akan sampai ke lokasi Wisata Gunung Tangkuban parahu (Gerbang bagian Atas).
Wisatawan yang berkunjung ke Gunung Tangkuban Perahu
Wisatawan yang berkunjung ke Gunung Tangkuban Perahu
Bila Anda keluar dari pintu tol Padalarang (lewat Cipularang), bisa mengambil arah menuju ke Cimahi kemudian belok ke arah kiri dan melalui Jl. Kolonel Masturi, lalu teruskan saja mengikuti jalan Kolonel Masturi sampai pada ujungnya (melalui kawasan kecamatan Cisarua dan kecamatan Parongpong, Kab. Bandung Barat), kemudian pada waktu Anda sudah bertemu dengan pertigaan Jl. Raya Lembang, lanjutkan dengan memilih jalan belok kiri dan terus saja mengikuti jalan dan melewati markas Brimob dll. Pada waktu Anda sudah melewati plang Tahu Tauhid yang berada di sebelah kiri maka sekitar 200 meter lagi Anda akan sampai di Gerbang akses menuju ke wisata kawah Gunung Tangkuban Perahu (berada di kiri jalan).
Alamat Lengkap Gunung Tangkuban Perahu adalah Gunung Tangkuban Parahu, Sukajaya, Lembang, Bandung Barat 40391, Jawa Barat, Pulau Jawa, Indonesia.





 http://www.yoshiwafa.com/wisata-gunung-tangkuban-perahu.html

Situ Patenggang

Situ Patenggang, Danau Memikat di Ciwidey Bandung

Situ Patenggang Ciwidey
Melda Anastasia

Situ Patenggang Ciwidey atau juga populer dengan sebutan Situ Patengan adalah sebuah danau yang berada di kawasan wisata Ciwidey Bandung. Berjarak sekitar 47 km dari kota Bandung, Anda dapat tiba di kawasan wisata Situ Patenggang ini dengan waktu perjalanan sekitar 45 menit hingga 1 jam. Dari sejumlah tempat wisata di Bandung, pesona alam Situ Patenggang adalah salah satu destinasi yang populer dikunjungi wisatawan.
Situ Patenggang terletak pada daerah berketinggian mencapai 1600 meter dpl, menyuguhkan Anda panorama alam yang eksotik. Sejauh mata memandang horizon di depan, terlihat hamparan kebun teh hijau laksana sebuah karpet alam yang terbentang indah. Semilir udara sejuk khas pegunungan beserta hangatnya matahari menyentuh kulit turut menambah pesonanya. Pada awalnya, danau (situ) ini adalah sebuah kawasan cagar alam, tetapi sejak tahun 1981 danau seluas 45.000 hektar ini resmi dibuka menjadi sebuah taman wisata alam.
 
Horizon hijau Situ Patenggang
Horizon hijau Situ Patenggang
Berasal dari bahasa Sunda, kata “situ” berarti danau dan “patengan” berarti saling mencari. Alkisah, terdapatlah sepasang anak manusia yang saling mencintai, yaitu Dewi Rengganis dan Ki Santang. Namun, keduanya terpisah untuk waktu yang lama. Karena rasa cinta yang sangat mendalam, mereka saling mencari satu sama lain dan akhirnya bertemulah di sebuah tempat yang kini dikenal sebagai Batu Cinta. Dewi Rengganis lalu meminta dibuatkan sebuah danau dan perahu agar mereka berdua dapat berlayar bersama. Hal ini dipenuhi oleh kekasihnya.
Cerita masyarakat lokal menyebut perahu tersebut saat ini adalah pulau Asmara atau yang juga disebut sebagai Pulau Sasaka yang berbentuk hati. Diyakini, sepasang kekasih yang mengunjungi Batu Cinta dan mengelilingi Pulau Asmara akan mendapatkan cinta sejati dan abadi sebagaimana yang terjadi pada Dewi Rengganis dan Ki Santang.
Baca juga: Ini 8 Tempat Wisata di Bandung Paling Terkenal
Cerita lokal di Situ Patenggang Ciwidey
Cerita lokal di Situ Patenggang Ciwidey
Untuk dapat masuk ke kawasan wisata Situ Patenggang Ciwidey, Anda harus membayar tiket masuk Situ Patenggang sebesar Rp 15 ribu per orang. Ini belum termasuk biaya parkir kendaraan. Jika Anda membawa motor, biaya parkir adalah sebesar Rp 3.500 dan untuk kendaraan mobil sebesar Rp 11 ribu, untuk bus sebesar Rp 22 ribu.
Kondisi infrastruktur wisata Situ Patenggang Ciwidey ini sudah tertata sedemikian baik, dari berbagai fasilitas publik hingga akses jalan dan akomodasi yang cukup. Anda dapat menjumpai lahan parkir yang luas, rumah makan, gazebo, mushola, penginapan, penyewaan perahu, sepeda air, toko suvenir, toko buah, hingga toilet umum. Bagi Anda yang membawa bekal makanan atau jananan kuliner sendiri tatkala datang ke tempat ini, Anda dapat menyewa tikar sebagai tempat bersantap sembari menikmati panorama indah di Situ Patenggang Ciwidey tersebut.

Sisi Menarik Situ Patenggang Ciwidey

Ada banyak kegiatan menarik yang dapat Anda lakukan di Situ Patenggang. Mulai dari bersepeda air, mengelilingi danau dengan perahu angsa, memancing, mengunjungi Batu Cinta, mengelilingi Pulau Asmara, berjalan keliling kebun teh, atau sekedar berpiknik di pinggiran danau. Inilah sebab mengapa objek wisata Ciwidey yang satu ini disukai sebagai salah satu destinasi wisata keluarga favorit di Bandung.
Baca juga: 7 Pesona Memikat Tempat Wisata Ciwidey Bandung
Salah satu tempat romantis di Ciwidey Bandung ini juga merupakan destinasi liburan yang menarik bagi Anda yang sedang dalam perjalanan bersama pasangan tercinta. Cara paling populer yang dilakukan sepasang kekasih adalah mengunjungi Batu Cinta dan mengelilingi pulau Asmara. Meski hanya berangkat dari sebuah mitos lokal, namun hal ini adalah sebuah kegiatan yang menarik untuk melalui waktu bersama pasangan di Situ Patengan.
Untuk dapat mengelilingi pulau Asmara, Anda harus menyewa perahu. Pulau ini terletak di bangian tengah danau dan terlihat rindang dengan ditumbuhi banyak pepohonan. Sementara itu, Batu Cinta terdapat di sisi seberang danau yang konon diyakini menjadi lokasi pertemuan Dewi Rengganis dan Ki Santang.


Menggunakan perahu untuk berkeliling Situ Patenggang
Menggunakan perahu untuk berkeliling Situ Patenggang
Ada banyak perahu yang disediakan untuk pengunjung setiap harinya. Kondisi perahu cukup terawat dan aman digunakan saat mengelilingi Situ Patenggang Ciwidey. Jika Anda ingin sarana air lainnya,ada juga perahu boat, perahu dayung, dan sepeda air. Masing-masing kendaraan air ini ditawarkan dengan harga sewa yang tentu saja dapat Anda negosiasikan dengan pihak penyedia.
Banyak keluarga atau rombongan yang menghabiskan waktu rekreasinya di kawasan wisata Situ Patenggang ini dengan cara berpiknik di tepian danau. Anda dapat menggunakan fasilitas gazebo atau sejumlah tempat duduk dari semen yang tersedia di sana. Menyewa tikar juga adalah cara yang paling sering dilakukan wisatawan untuk bersantai bersama dengan kerabatnya. Harga sewa tikar ini dapat ditebus dengan biaya sebesar Rp 10 ribu.
Jika Anda ingin mandi air panas, Anda dapat pergi ke kolam air panas Ciwidey yang tak jauh lokasinya dari Situ Patenggang ini. Salah satu pemandian air panas yang populer adalah Walini Ciwidey.



 http://www.initempatwisata.com/wisata-indonesia/bandung/situ-patenggang-danau-ciwidey-bandung/2918/

Kawah Putih

Wisata Bandung – Kawah Putih Ciwidey

Kawah Putih Bandung
Share Yuk!
74325
Kawah Putih adalah tempat wisata di Bandung yang paling terkenal. Berlokasi di Ciwidey, Jawa Barat, kurang lebih sekitar 50 KM arah selatan kota Bandung, Kawah Putih adalah sebuah danau yang terbentuk akibat dari letusan Gunung Patuha. Sesuai dengan namanya, tanah yang ada di kawasan ini berwarna putih akibat dari pencampuran unsur belerang. Selain tanahnya yang berwarna putih, air danau kawasan Kawah Putih juga mempunyai warna yang putih kehijauan dan dapat berubah warna sesuai dengan kadar belerang yang terkandung, suhu, dan cuaca.
Kawah Putih
Kawah Putih
Kawah Putih Ciwidey berada di kawasan pegunungan yang mempunyai ketinggian lebih dari 2.400 meter di atas permukaan laut. Dengan ketinggian tersebut, suhu udara di kawasan Kawah Putih tentu saja dingin dengan suhu 8 derajat Celsius sampai dengan 22 derajat Celsius, oleh karena itu jangan lupa membawa jaket atau memakai pakaian yang tebal.
Selain untuk dinikmati keindahannya oleh para wisatawan, Kawah Putih Ciwidey juga sering kali menjadi tempat kegiatan lain, misalnya pengambilan gambar film, melukis, foto pengantin, sampai dengan kegiatan mendaki dan berkuda.

Sejarah Kawah Putih

Kawah Putih
Kawah Putih
Cerita mengenai Kawah Putih bermula pada abad ke 10 di mana terjadi sebuah letusan hebat oleh Gunung Patuha. Setelah letusan ini, banyak orang beranggapan bahwa lokasi ini adalah kawasan angker karena setiap burung yang terbang melewati kawasan tersebut akan mati.
Seiring dengan berjalannya waktu, kepercayaan mengenai angkernya tempat ini mulai pudar, sampai akhirnya pada tahun 1837 ada seorang ahli botani dengan kebangsaan Jerman datang ke kawasan ini untuk melakukan penelitian. Peneliti yang bernama Dr. Franz Wilhelm Junghuhn tersebut sangat tertarik dengan kawasan pegunungan sunyi yang bahkan tidak ada burung yang terbang di atasnya sehingga ia berkeliling desa untuk mencari informasi. Pada saat itu, seluruh informasi yang ia dapatkan adalah bahwa kasawan tersebut angker dan dihuni oleh mahluk halus.
Bagi Dr. Franz Wilhelm Junghuhn, pernyataan masyarakat setempat tersebut tidaklah masuk akal. Karena tidak percaya dengan cerita-cerita tersebut, ia pergi ke dalam hutan rimba untuk mencari tahu apa yang ada di sana. Singkat cerita, akhirnya Dr. Franz Wilhelm Junghuhn berhasil mencapai puncak gunung, dan dari sana ia melihat keberadaan sebuah danau indah berwarna putih dengan bau belerang yang menyengat.
Sejak itu, keberadaan Kawah Putih Ciwidey menjadi terkenal dan mulai dari tahun 1987 pemerintah mengembangkan kawasan ini sebagai tempat wisata yang menawarkan pengalaman unik melihat danau yang dapat berubah warna.


Kawah Putih Ciwidey
Kawah Putih Ciwidey
Kawah Putih yang beralamat di Jalan Raya Soreang Ciwidey KM 25 berlokasi tidak jauh dari tempat wisata Situ Patenggang dan dapat dicapai dengan mudah bila Anda membawa kendaraan pribadi karena terdapat banyak penunjuk jalan. Dari Jakarta, Anda hanya perlu menggunakan jalur tol Cipularang dan keluar melalui pintu tol Kopo. Dari sana Anda harus menuju ke Soreang dan berkendara ke bagian selatan Ciwidey.
Bila menggunakan kendaraan umum, Anda dapat naik angkot dari terminal Leuwi Panjang yang menuju ke terminal Ciwidey. Dari terminal Ciwidey, Anda dapat menggunakan angkot yang menuju Situ Patenggang dan turun di depan gerbang Kawah Putih.




 http://anekatempatwisata.com/wisata-bandung-kawah-putih-ciwidey/

Pulau MOA

Pulau Moa, dari padang sabana hingga pantai perawan

Kawasan Indonesia timur sedang menjadi target incaran dari para traveler Indonesia yang haus akan pemandangan alam yang masih terjaga. Memang, keindahan alam di kawasan ini tergolong spektakuler, khususnya pemandangan bawah laut yang berlimpah terumbu karang dan ikan-ikan yang eksotis. Selain Raja Ampat, Kepulauan Komodo ataupun Wakatobi, sebetulnya ada tempat yang tak kalah cantik, yaitu Pulau Moa.
Gunung Kerbau. FOTO: Suci Juwita.
Gunung Kerbau. (FOTO: Suci Juwita)
Secara administratif, Pulau Moa terletak di Kabupaten Maluku Barat Daya, namun lokasinya sejajar dengan gugusan Kepulauan Nusa Tenggara, tepatnya di sebelah timur laut Pulau Timor yang berbatasan langsung dengan Timor Leste.
Seperti halnya daerah-daerah lain di kawasan tersebut, sebagian besar area Pulau Moa merupakan padang sabana dengan rumput berukuran sedang yang menutupinya. Yang membedakan adalah kehadiran kerbau-kerbau ternak warga yang sengaja dilepasliarkan. Tujuannya, agar kerbau-kerbau itu bisa makan secara alami sepuas hati.
Di sinilah ribuan kerbau dilepasliarkan setiap harinya. (FOTO: Alfit)
Di sinilah ribuan kerbau dilepasliarkan setiap harinya. (FOTO: Alfit)
Jika ingin melihat kawanan kerbau secara langsung, kamu dapat mendatangi tempat nongkrong favorit mereka, seperti kawasan padang rumput di kaki Gunung Kerbau. Di sana, ribuan kerbau seliweran dengan bebas sehingga tampak seperti sedang bersafari. Jika datang saat musim kemarau, di mana rumput menguning dan tanah menjadi tandus, akan terasa seperti berada di Afrika.
Tidak hanya padang sabana dengan kerbau-kerbau yang berkeliaran bebas, Pulau Moa juga menyimpan keindahan lainnya. Selayaknya kawasan timur Indonesia, Pulau Moa juga menyuguhkan pantai-pantai perawan yang belum terjamah. Pantai-pantai tersebut berpasir putih dengan garis pantai yang landai. Untuk ombak, keadaanya bervariasi tergantung letak geografisnya. Pantai-pantai yang menghadap Laut Banda memiliki ombak yang besar dan asyik untuk surfing atau sekadar main air. Sementara pantai-pantai yang menghadap selat, ombaknya cenderung tenang sehingga kamu bisa dengan bebas menikmati pemandangan bawah laut yang kaya terumbu karang dan ikan laut berwarna-warni.
Pantai Perawan Pulau Moa. FOTO: Alfit.
Pantai Perawan Pulau Moa. (FOTO: Alfit)
Di Pulau Moa juga terdapat banyak desa adat. Di desa adat ini, bentuk rumahnya tradisional dengan daun kelapa sebagai bahan pembuat atapnya. Selain itu, dinding rumahnya juga tidak menggunakan kayu apalagi semen, melainkan berbahan dasar daun koli. Ini dilakukan untuk menjaga nilai tradisi sebagai bentuk rasa cinta penduduk dengan alam. Desa adat di sini tidak tertutup untuk umum. Kamu bisa melakukan kunjungan kesini untuk sekadar melihat-lihat bentuk bangunan atau menyaksikan tarian tradisional penduduk Moa.
Di Moa, penduduk biasa melakukan tarian di desa adat dalam rangka upacara, baik penyambutan ataupun pernikahan. Kalau beruntung, kedatangan kamu ke Moa juga akan disambut dengan tarian dengan para penari yang berpakaian kain tenun lengkap. Terasa seperti tamu spesial!




GILI


Gili Trawangan information....


The largest of the three islands, Gili Trawangan attracts the majority of visitors, it is around thirty minutes boat ride from the northwest mainland of Lombok and regular daily fast boats depart Bali directly to Trawangan island and all boats stop off at Teluk Nare on mainland Lombok as part of the return journey.


The beaches of the Gilis are still powdery white, the water a beautiful clear blue and they are positioned perfectly for sunsets over Bali’s Mt Agung and sunrise over Lombok’s Mt Rinjani. Thirty years ago the Gili islands were uninhabited and only discovered by the seafaring Bugis people from Sulawesi. It was only a matter of time before the more adventurous backpacker types discovered the islands and developed Trawangan into a hippy party paradise destination.

Gili Trawangan now identifies itself as a great holiday destination suitable for families of all ages. Various new hotels, luxury villas, and boutique bungalows now cater to children and offer good value. Some have baby-sitting services, and with lots of activities on the islands families are sure to enjoy their beach holidays to the full.

Unique to the Gilis all forms of motorised transport are still not allowed – meaning the only way to get around is on foot, by bicycle and in pony carts known as Cidomos.
One sign of change is the recent introduction four ATM machines on the three Gili Trawangan to be found at Hotel Vila Ombak and Coral Beach.
It’s possible to follow the beach around the perimeter of the island in around two hours on foot. The most popular stretches of beaches are `Goodheart’ (the main stretch) and `North Beach’ where the best snorkelling is to be found.
All dive centres and many shack operations lining the beaches rent snorkelling equipment for around IDR 50,000 for half a day.
Hawkers are not so much of an issue on Gili Trawangan as in Bali; you’re likely to attract afriendly conversation from the locals rather than a hardcore sales pitch.
Beware of strong currents and do not attempt to swim between any of the islands.
With over twenty-five dive sites surrounding all three islands there are opportunities to dive any of the Gilis regardless of where you base yourself.

Most visitors stay on Gili Trawangan for the facilities and make the short hop out to the dive sites. Each dive school has its own fleet of traditional outrigger boats that ferry divers offshore to the walls and reefs where the best diving is to be found.

Aside from the obvious lure of snorkelling and diving, sunbathing and bar-hopping, Gili Trawangan has a fair amount of distractions to keep visitors both amused and entertained throughout the course of their stay.

Fishing trips and charters can be made with the local outrigger fishing boats who offer day trips with line fishing and trawling.

The Bio Rock is an environmental initiative set up by the Gili Eco Trust that over the last six years has hosted an annual Bio Rock workshop on Gili Trawangan. The artificial metal reef cages are fed a constant voltage of electricity to encourage coral regeneration and are a natural attraction for all forms of marine life. There are now thirty three individual projects in the Gilis and it’s possible to snorkel or dive around them and there’s even a PADI specialty course tailored to educate and involve a wider community.

THINGS TO DO –
Golf Trips to mainland Lombok and the very picturesque Lombok Kosaido Golf and Country Club are highly recommended. Suitable for all abilities this trip is a must as golfers arrive at hole four by speedboat where they are collected by a buggy and driven to the clubhouse prior to tee off. The course structure and landscaping makes for a relaxed golfing experience, neither too challenging nor too demanding.
 
Next door to the golf course is Hotel Tugu Lombok, perfect for a post-golf round of drinks before heading back to the islands by boat.

Horse Riding with the boys at the Stud Stables, is a great way to see the whole of the island. The perimeter of

Gili Trawangan can be walked along the beach and Stud Stables have experienced and professional guides. Even though the routes are very relaxed and not at all challenging the horse rides are  suited to more practiced riders.

Karma Kayak is the perfect way to combine sports with nature. Full training and a practice session with a qualified NKB/BCU instructor is given prior to embarking on a paddle across the channel to neighbouring Gili Meno for a picnic lunch.

A good way to round off a beach day is to catch sunset at `North Beach’ with jugs of Sangria and fresh Tapas and BBQs.




http://www.gili-paradise.com/gilis-information/about-gili-islands/gili-trawangan/

Jumat, 04 September 2015

Candi Borobudur

Borobudur


Borobudur
Stupa Borobudur.jpg
Arca Buddha dan stupa Borobudur
Borobudur is located in Indonesia
Lokasi dalam Indonesia
Informasi bangunan
Lokasi Kecamatan Borobudur, sekitar 3 km dari Kota Mungkid (ibukota Kabupaten Magelang, Jawa Tengah)
Negara  Indonesia
Koordinat 7°36′29″LS 110°12′14″BTKoordinat: 7°36′29″LS 110°12′14″BT
Arsitek Gunadharma
Klien Sailendra
Awal konstruksi sekitar 770 Masehi
Penyelesaian sekitar 825 Masehi
Sistem struktural piramida berundak dari susunan blok batu andesit yang saling mengunci
Jenis stupa and candi
Ukuran luas dasar 123×123 meter, tinggi kini 35 meter, tinggi asli 42 meter (termasuk chattra)
Borobudur
Candi Borobudur 3.jpg
Situs Warisan Dunia UNESCO
Negara  Indonesia
Tipe Budaya
Kriteria i, ii, vi
Nomor identifikasi 592
Kawasan UNESCO Asia Pasifik
Tahun pengukuhan 1991 (sesi ke-15)
Borobudur adalah sebuah candi Buddha yang terletak di Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Indonesia. Lokasi candi adalah kurang lebih 100 km di sebelah barat daya Semarang, 86 km di sebelah barat Surakarta, dan 40 km di sebelah barat laut Yogyakarta. Candi berbentuk stupa ini didirikan oleh para penganut agama Buddha Mahayana sekitar tahun 800-an Masehi pada masa pemerintahan wangsa Syailendra. Borobudur adalah candi atau kuil Buddha terbesar di dunia,[1][2] sekaligus salah satu monumen Buddha terbesar di dunia.[3]
Monumen ini terdiri atas enam teras berbentuk bujur sangkar yang diatasnya terdapat tiga pelataran melingkar, pada dindingnya dihiasi dengan 2.672 panel relief dan aslinya terdapat 504 arca Buddha.[4] Borobudur memiliki koleksi relief Buddha terlengkap dan terbanyak di dunia.[3] Stupa utama terbesar teletak di tengah sekaligus memahkotai bangunan ini, dikelilingi oleh tiga barisan melingkar 72 stupa berlubang yang di dalamnya terdapat arca buddha tengah duduk bersila dalam posisi teratai sempurna dengan mudra (sikap tangan) Dharmachakra mudra (memutar roda dharma).
Monumen ini merupakan model alam semesta dan dibangun sebagai tempat suci untuk memuliakan Buddha sekaligus berfungsi sebagai tempat ziarah untuk menuntun umat manusia beralih dari alam nafsu duniawi menuju pencerahan dan kebijaksanaan sesuai ajaran Buddha.[5] Para peziarah masuk melalui sisi timur memulai ritual di dasar candi dengan berjalan melingkari bangunan suci ini searah jarum jam, sambil terus naik ke undakan berikutnya melalui tiga tingkatan ranah dalam kosmologi Buddha. Ketiga tingkatan itu adalah Kāmadhātu (ranah hawa nafsu), Rupadhatu (ranah berwujud), dan Arupadhatu (ranah tak berwujud). Dalam perjalanannya ini peziarah berjalan melalui serangkaian lorong dan tangga dengan menyaksikan tak kurang dari 1.460 panel relief indah yang terukir pada dinding dan pagar langkan.
Menurut bukti-bukti sejarah, Borobudur ditinggalkan pada abad ke-14 seiring melemahnya pengaruh kerajaan Hindu dan Buddha di Jawa serta mulai masuknya pengaruh Islam.[6] Dunia mulai menyadari keberadaan bangunan ini sejak ditemukan 1814 oleh Sir Thomas Stamford Raffles, yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Jenderal Inggris atas Jawa. Sejak saat itu Borobudur telah mengalami serangkaian upaya penyelamatan dan pemugaran. Proyek pemugaran terbesar digelar pada kurun 1975 hingga 1982 atas upaya Pemerintah Republik Indonesia dan UNESCO, kemudian situs bersejarah ini masuk dalam daftar Situs Warisan Dunia.[3]
Borobudur kini masih digunakan sebagai tempat ziarah keagamaan; tiap tahun umat Buddha yang datang dari seluruh Indonesia dan mancanegara berkumpul di Borobudur untuk memperingati Trisuci Waisak. Dalam dunia pariwisata, Borobudur adalah obyek wisata tunggal di Indonesia yang paling banyak dikunjungi wisatawan.[7][8][9]

Nama Borobudur

Stupa Borobudur dengan jajaran perbukitan Menoreh. Selama berabad-abad bangunan suci ini sempat terlupakan.
Dalam Bahasa Indonesia, bangunan keagamaan purbakala disebut candi; istilah candi juga digunakan secara lebih luas untuk merujuk kepada semua bangunan purbakala yang berasal dari masa Hindu-Buddha di Nusantara, misalnya gerbang, gapura, dan petirtaan (kolam dan pancuran pemandian). Asal mula nama Borobudur tidak jelas,[10] meskipun memang nama asli dari kebanyakan candi di Indonesia tidak diketahui.[10] Nama Borobudur pertama kali ditulis dalam buku "Sejarah Pulau Jawa" karya Sir Thomas Raffles.[11] Raffles menulis mengenai monumen bernama borobudur, akan tetapi tidak ada dokumen yang lebih tua yang menyebutkan nama yang sama persis.[10] Satu-satunya naskah Jawa kuno yang memberi petunjuk mengenai adanya bangunan suci Buddha yang mungkin merujuk kepada Borobudur adalah Nagarakretagama, yang ditulis oleh Mpu Prapanca pada 1365.[12]
Nama Bore-Budur, yang kemudian ditulis BoroBudur, kemungkinan ditulis Raffles dalam tata bahasa Inggris untuk menyebut desa terdekat dengan candi itu yaitu desa Bore (Boro); kebanyakan candi memang seringkali dinamai berdasarkan desa tempat candi itu berdiri. Raffles juga menduga bahwa istilah 'Budur' mungkin berkaitan dengan istilah Buda dalam bahasa Jawa yang berarti "purba"– maka bermakna, "Boro purba".[10] Akan tetapi arkeolog lain beranggapan bahwa nama Budur berasal dari istilah bhudhara yang berarti gunung.[13]
Banyak teori yang berusaha menjelaskan nama candi ini. Salah satunya menyatakan bahwa nama ini kemungkinan berasal dari kata Sambharabhudhara, yaitu artinya "gunung" (bhudara) di mana di lereng-lerengnya terletak teras-teras. Selain itu terdapat beberapa etimologi rakyat lainnya. Misalkan kata borobudur berasal dari ucapan "para Buddha" yang karena pergeseran bunyi menjadi borobudur. Penjelasan lain ialah bahwa nama ini berasal dari dua kata "bara" dan "beduhur". Kata bara konon berasal dari kata vihara, sementara ada pula penjelasan lain di mana bara berasal dari bahasa Sanskerta yang artinya kompleks candi atau biara dan beduhur artinya ialah "tinggi", atau mengingatkan dalam bahasa Bali yang berarti "di atas". Jadi maksudnya ialah sebuah biara atau asrama yang berada di tanah tinggi.
Sejarawan J.G. de Casparis dalam disertasinya untuk mendapatkan gelar doktor pada 1950 berpendapat bahwa Borobudur adalah tempat pemujaan. Berdasarkan prasasti Karangtengah dan Tri Tepusan, Casparis memperkirakan pendiri Borobudur adalah raja Mataram dari wangsa Syailendra bernama Samaratungga, yang melakukan pembangunan sekitar tahun 824 M. Bangunan raksasa itu baru dapat diselesaikan pada masa putrinya, Ratu Pramudawardhani. Pembangunan Borobudur diperkirakan memakan waktu setengah abad. Dalam prasasti Karangtengah pula disebutkan mengenai penganugerahan tanah sima (tanah bebas pajak) oleh Çrī Kahulunan (Pramudawardhani) untuk memelihara Kamūlān yang disebut Bhūmisambhāra.[14] Istilah Kamūlān sendiri berasal dari kata mula yang berarti tempat asal muasal, bangunan suci untuk memuliakan leluhur, kemungkinan leluhur dari wangsa Sailendra. Casparis memperkirakan bahwa Bhūmi Sambhāra Bhudhāra dalam bahasa Sanskerta yang berarti "Bukit himpunan kebajikan sepuluh tingkatan boddhisattwa", adalah nama asli Borobudur.[15]

Lingkungan sekitar

Borobudur, Pawon, dan Mendut terbujur dalam satu garis lurus yang menunjukan kesatuan perlambang
Terletak sekitar 40 kilometres (25 mi) barat laut dari Kota Yogyakarta, Borobudur terletak di atas bukit pada dataran yang dikeliling dua pasang gunung kembar; Gunung Sundoro-Sumbing di sebelah barat laut dan Merbabu-Merapi di sebelah timur laut, di sebelah utaranya terdapat bukit Tidar, lebih dekat di sebelah selatan terdapat jajaran perbukitan Menoreh, serta candi ini terletak dekat pertemuan dua sungai yaitu Sungai Progo dan Sungai Elo di sebelah timur. Menurut legenda Jawa, daerah yang dikenal sebagai dataran Kedu adalah tempat yang dianggap suci dalam kepercayaan Jawa dan disanjung sebagai 'Taman pulau Jawa' karena keindahan alam dan kesuburan tanahnya.[16]

Tiga candi serangkai

Selain Borobudur, terdapat beberapa candi Buddha dan Hindu di kawasan ini. Pada masa penemuan dan pemugaran di awal abad ke-20 ditemukan candi Buddha lainnya yaitu Candi Mendut dan Candi Pawon yang terbujur membentang dalam satu garis lurus.[17] Awalnya diduga hanya suatu kebetulan, akan tetapi berdasarkan dongeng penduduk setempat, dulu terdapat jalan berlapis batu yang dipagari pagar langkan di kedua sisinya yang menghubungkan ketiga candi ini. Tidak ditemukan bukti fisik adanya jalan raya beralas batu dan berpagar dan mungkin ini hanya dongeng belaka, akan tetapi para pakar menduga memang ada kesatuan perlambang dari ketiga candi ini. Ketiga candi ini (Borobudur-Pawon-Mendut) memiliki kemiripan langgam arsitektur dan ragam hiasnya dan memang berasal dari periode yang sama yang memperkuat dugaan adanya keterkaitan ritual antar ketiga candi ini. Keterkaitan suci pasti ada, akan tetapi bagaimanakah proses ritual keagamaan ziarah dilakukan, belum diketahui secara pasti.[12]
Selain candi Mendut dan Pawon, di sekitar Borobudur juga ditemukan beberapa peninggalan purbakala lainnya, diantaranya berbagai temuan tembikar seperti periuk dan kendi yang menunjukkan bahwa di sekitar Borobudur dulu terdapat beberapa wilayah hunian. Temuan-temuan purbakala di sekitar Borobudur kini disimpan di Museum Karmawibhangga Borobudur, yang terletak di sebelah utara candi bersebelahan dengan Museum Samudra Raksa. Tidak seberapa jauh di sebelah utara Candi Pawon ditemukan reruntuhan bekas candi Hindu yang disebut Candi Banon. Pada candi ini ditemukan beberapa arca dewa-dewa utama Hindu dalam keadaan cukup baik yaitu Shiwa, Wishnu, Brahma, serta Ganesha. Akan tetapi batu asli Candi Banon amat sedikit ditemukan sehingga tidak mungkin dilakukan rekonstruksi. Pada saat penemuannya arca-arca Banon diangkut ke Batavia (kini Jakarta) dan kini disimpan di Museum Nasional Indonesia.

Danau purba

Borobudur di tengah kehijauan alam dataran Kedu. Diduga dulu kawasan di sekeliling Borobudur adalah danau purba.
Tidak seperti candi lainnya yang dibangun di atas tanah datar, Borobudur dibangun di atas bukit dengan ketinggian 265 m (869 ft) dari permukaan laut dan 15 m (49 ft) di atas dasar danau purba yang telah mengering.[18] Keberadaan danau purba ini menjadi bahan perdebatan yang hangat di kalangan arkeolog pada abad ke-20; dan menimbulkan dugaan bahwa Borobudur dibangun di tepi atau bahkan di tengah danau. Pada 1931, seorang seniman dan pakar arsitektur Hindu Buddha, W.O.J. Nieuwenkamp, mengajukan teori bahwa Dataran Kedu dulunya adalah sebuah danau, dan Borobudur dibangun melambangkan bunga teratai yang mengapung di atas permukaan danau.[13] Bunga teratai baik dalam bentuk padma (teratai merah), utpala (teratai biru), ataupun kumuda (teratai putih) dapat ditemukan dalam semua ikonografi seni keagamaan Buddha. seringkali digenggam oleh Boddhisatwa sebagai laksana (lambang regalia), menjadi alas duduk singgasana Buddha atau sebagai lapik stupa. Bentuk arsitektur Borobudur sendiri menyerupai bunga teratai, dan postur Budha di Borobudur melambangkan Sutra Teratai yang kebanyakan ditemui dalam naskah keagamaan Buddha mahzab Mahayana (aliran Buddha yang kemudian menyebar ke Asia Timur). Tiga pelataran melingkar di puncak Borobudur juga diduga melambangkan kelopak bunga teratai.[18] Akan tetapi teori Nieuwenkamp yang terdengar luar biasa dan fantastis ini banyak menuai bantahan dari para arkeolog. pada daratan di sekitar monumen ini telah ditemukan bukti-bukti arkeologi yang membuktikan bahwa kawasan sekitar Borobudur pada masa pembangunan candi ini adalah daratan kering, bukan dasar danau purba.
Sementara itu pakar geologi justru mendukung pandangan Nieuwenkamp dengan menunjukkan bukti adanya endapan sedimen lumpur di dekat situs ini.[19] Sebuah penelitian stratigrafi, sedimen dan analisis sampel serbuk sari yang dilakukan tahun 2000 mendukung keberadaan danau purba di lingkungan sekitar Borobudur,[18] yang memperkuat gagasan Nieuwenkamp. Ketinggian permukaan danau purba ini naik-turun berubah-ubah dari waktu ke waktu, dan bukti menunjukkan bahwa dasar bukit dekat Borobudur pernah kembali terendam air dan menjadi tepian danau sekitar abad ke-13 dan ke-14. Aliran sungai dan aktivitas vulkanik diduga memiliki andil turut mengubah bentang alam dan topografi lingkungan sekitar Borobudur termasuk danau nya. Salah satu gunung berapi paling aktif di Indonesia adalah Gunung Merapi yang terletak cukup dekat dengan Borobudur dan telah aktif sejak masa Pleistosen.[20]

Sejarah

Pembangunan

Lukisan karya G.B. Hooijer (dibuat kurun 1916—1919) merekonstruksi suasana di Borobudur pada masa jayanya
Tidak ditemukan bukti tertulis yang menjelaskan siapakah yang membangun Borobudur dan apa kegunaannya.[21] Waktu pembangunannya diperkirakan berdasarkan perbandingan antara jenis aksara yang tertulis di kaki tertutup Karmawibhangga dengan jenis aksara yang lazim digunakan pada prasasti kerajaan abad ke-8 dan ke-9. Diperkirakan Borobudur dibangun sekitar tahun 800 masehi.[21] Kurun waktu ini sesuai dengan kurun antara 760 dan 830 M, masa puncak kejayaan wangsa Syailendra di Jawa Tengah,[22] yang kala itu dipengaruhi Kemaharajaan Sriwijaya. Pembangunan Borobudur diperkirakan menghabiskan waktu 75 - 100 tahun lebih dan benar-benar dirampungkan pada masa pemerintahan raja Samaratungga pada tahun 825.[23][24]
Terdapat kesimpangsiuran fakta mengenai apakah raja yang berkuasa di Jawa kala itu beragama Hindu atau Buddha. Wangsa Sailendra diketahui sebagai penganut agama Buddha aliran Mahayana yang taat, akan tetapi melalui temuan prasasti Sojomerto menunjukkan bahwa mereka mungkin awalnya beragama Hindu Siwa.[23] Pada kurun waktu itulah dibangun berbagai candi Hindu dan Buddha di Dataran Kedu. Berdasarkan Prasasti Canggal, pada tahun 732 M, raja beragama Siwa Sanjaya memerintahkan pembangunan bangunan suci Shiwalingga yang dibangun di perbukitan Gunung Wukir, letaknya hanya 10 km (6.2 mi) sebelah timur dari Borobudur.[25] Candi Buddha Borobudur dibangun pada kurun waktu yang hampir bersamaan dengan candi-candi di Dataran Prambanan, meskipun demikian Borobudur diperkirakan sudah rampung sekitar 825 M, dua puluh lima tahun lebih awal sebelum dimulainya pembangunan candi Siwa Prambanan sekitar tahun 850 M.
Pembangunan candi-candi Buddha — termasuk Borobudur — saat itu dimungkinkan karena pewaris Sanjaya, Rakai Panangkaran memberikan izin kepada umat Buddha untuk membangun candi.[26] Bahkan untuk menunjukkan penghormatannya, Panangkaran menganugerahkan desa Kalasan kepada sangha (komunitas Buddha), untuk pemeliharaan dan pembiayaan Candi Kalasan yang dibangun untuk memuliakan Bodhisattwadewi Tara, sebagaimana disebutkan dalam Prasasti Kalasan berangka tahun 778 Masehi.[26] Petunjuk ini dipahami oleh para arkeolog, bahwa pada masyarakat Jawa kuno, agama tidak pernah menjadi masalah yang dapat menuai konflik, dengan dicontohkan raja penganut agama Hindu bisa saja menyokong dan mendanai pembangunan candi Buddha, demikian pula sebaliknya.[27] Akan tetapi diduga terdapat persaingan antara dua wangsa kerajaan pada masa itu — wangsa Syailendra yang menganut Buddha dan wangsa Sanjaya yang memuja Siwa — yang kemudian wangsa Sanjaya memenangi pertempuran pada tahun 856 di perbukitan Ratu Boko.[28] Ketidakjelasan juga timbul mengenai candi Lara Jonggrang di Prambanan, candi megah yang dipercaya dibangun oleh sang pemenang Rakai Pikatan sebagai jawaban wangsa Sanjaya untuk menyaingi kemegahan Borobudur milik wangsa Syailendra,[28] akan tetapi banyak pihak percaya bahwa terdapat suasana toleransi dan kebersamaan yang penuh kedamaian antara kedua wangsa ini yaitu pihak Sailendra juga terlibat dalam pembangunan Candi Siwa di Prambanan.[29]

Tahapan pembangunan Borobudur

Para ahli arkeologi menduga bahwa rancangan awal Borobudur adalah stupa tunggal yang sangat besar memahkotai puncaknya. Diduga massa stupa raksasa yang luar biasa besar dan berat ini membahayakan tubuh dan kaki candi sehingga arsitek perancang Borobudur memutuskan untuk membongkar stupa raksasa ini dan diganti menjadi tiga barisan stupa kecil dan satu stupa induk seperti sekarang. Berikut adalah perkiraan tahapan pembangunan Borobudur:
  1. Tahap pertama: Masa pembangunan Borobudur tidak diketahui pasti (diperkirakan kurun 750 dan 850 M). Borobudur dibangun di atas bukit alami, bagian atas bukit diratakan dan pelataran datar diperluas. Sesungguhnya Borobudur tidak seluruhnya terbuat dari batu andesit, bagian bukit tanah dipadatkan dan ditutup struktur batu sehingga menyerupai cangkang yang membungkus bukit tanah. Sisa bagian bukit ditutup struktur batu lapis demi lapis. Pada awalnya dibangun tata susun bertingkat. Sepertinya dirancang sebagai piramida berundak, tetapi kemudian diubah. Sebagai bukti ada tata susun yang dibongkar. Dibangun tiga undakan pertama yang menutup struktur asli piramida berundak.
  2. Tahap kedua: Penambahan dua undakan persegi, pagar langkan dan satu undak melingkar yang diatasnya langsung dibangun stupa tunggal yang sangat besar.
  3. Tahap ketiga: Terjadi perubahan rancang bangun, undak atas lingkaran dengan stupa tunggal induk besar dibongkar dan diganti tiga undak lingkaran. Stupa-stupa yang lebih kecil dibangun berbaris melingkar pada pelataran undak-undak ini dengan satu stupa induk yang besar di tengahnya. Karena alasan tertentu pondasi diperlebar, dibangun kaki tambahan yang membungkus kaki asli sekaligus menutup relief Karmawibhangga. Para arkeolog menduga bahwa Borobudur semula dirancang berupa stupa tunggal yang sangat besar memahkotai batur-batur teras bujur sangkar. Akan tetapi stupa besar ini terlalu berat sehingga mendorong struktur bangunan condong bergeser keluar. Patut diingat bahwa inti Borobudur hanyalah bukit tanah sehingga tekanan pada bagian atas akan disebarkan ke sisi luar bagian bawahnya sehingga Borobudur terancam longsor dan runtuh. Karena itulah diputuskan untuk membongkar stupa induk tunggal yang besar dan menggantikannya dengan teras-teras melingkar yang dihiasi deretan stupa kecil berterawang dan hanya satu stupa induk. Untuk menopang agar dinding candi tidak longsor maka ditambahkan struktur kaki tambahan yang membungkus kaki asli. Struktur ini adalah penguat dan berfungsi bagaikan ikat pinggang yang mengikat agar tubuh candi tidak ambrol dan runtuh keluar, sekaligus menyembunyikan relief Karmawibhangga pada bagian Kamadhatu
  4. Tahap keempat: Ada perubahan kecil seperti penyempurnaan relief, penambahan pagar langkan terluar, perubahan tangga dan pelengkung atas gawang pintu, serta pelebaran ujung kaki.

Borobudur diterlantarkan

Meletusnya Gunung Merapi diduga sebagai penyebab utama diterlantarkannya Borobudur
Borobudur tersembunyi dan terlantar selama berabad-abad terkubur di bawah lapisan tanah dan debu vulkanik yang kemudian ditumbuhi pohon dan semak belukar sehingga Borobudur kala itu benar-benar menyerupai bukit. Alasan sesungguhnya penyebab Borobudur ditinggalkan hingga kini masih belum diketahui. Tidak diketahui secara pasti sejak kapan bangunan suci ini tidak lagi menjadi pusat ziarah umat Buddha. Pada kurun 928 dan 1006, Raja Mpu Sindok memindahkan ibu kota kerajaan Medang ke kawasan Jawa Timur setelah serangkaian letusan gunung berapi; tidak dapat dipastikan apakah faktor inilah yang menyebabkan Borobudur ditinggalkan, akan tetapi beberapa sumber menduga bahwa sangat mungkin Borobudur mulai ditinggalkan pada periode ini.[6][18] Bangunan suci ini disebutkan secara samar-samar sekitar tahun 1365, oleh Mpu Prapanca dalam naskahnya Nagarakretagama yang ditulis pada masa kerajaan Majapahit. Ia menyebutkan adanya "Wihara di Budur". Selain itu Soekmono (1976) juga mengajukan pendapat populer bahwa candi ini mulai benar-benar ditinggalkan sejak penduduk sekitar beralih keyakinan kepada Islam pada abad ke-15.[6]
Monumen ini tidak sepenuhnya dilupakan, melalui dongeng rakyat Borobudur beralih dari sebagai bukti kejayaan masa lampau menjadi kisah yang lebih bersifat tahayul yang dikaitkan dengan kesialan, kemalangan dan penderitaan. Dua Babad Jawa yang ditulis abad ke-18 menyebutkan nasib buruk yang dikaitkan dengan monumen ini. Menurut Babad Tanah Jawi (Sejarah Jawa), monumen ini merupakan faktor fatal bagi Mas Dana, pembangkang yang memberontak kepada Pakubuwono I, raja Kesultanan Mataram pada 1709.[6] Disebutkan bahwa bukit "Redi Borobudur" dikepung dan para pemberontak dikalahkan dan dihukum mati oleh raja. Dalam Babad Mataram (Sejarah Kerajaan Mataram), monumen ini dikaitkan dengan kesialan Pangeran Monconagoro, putra mahkota Kesultanan Yogyakarta yang mengunjungi monumen ini pada 1757.[30] Meskipun terdapat tabu yang melarang orang untuk mengunjungi monumen ini, "Sang Pangeran datang dan mengunjungi satria yang terpenjara di dalam kurungan (arca buddha yang terdapat di dalam stupa berterawang)". Setelah kembali ke keraton, sang Pangeran jatuh sakit dan meninggal dunia sehari kemudian. Dalam kepercayaan Jawa pada masa Mataram Islam, reruntuhan bangunan percandian dianggap sebagai tempat bersemayamnya roh halus dan dianggap wingit (angker) sehingga dikaitkan dengan kesialan atau kemalangan yang mungkin menimpa siapa saja yang mengunjungi dan mengganggu situs ini. Meskipun secara ilmiah diduga, mungkin setelah situs ini tidak terurus dan ditutupi semak belukar, tempat ini pernah menjadi sarang wabah penyakit seperti demam berdarah atau malaria.

Penemuan kembali

Foto pertama Borobudur oleh Isidore van Kinsbergen (1873) setelah monumen ini dibersihkan dari tanaman yang tumbuh pada tubuh candi. Bendera Belanda tampak pada stupa utama candi.
Teras tertinggi setelah restorasi Van Erp. Stupa utama memiliki menara dengan chattra (payung) susun tiga.
Setelah Perang Inggris-Belanda dalam memperebutkan pulau Jawa, Jawa dibawah pemerintahan Britania (Inggris) pada kurun 1811 hingga 1816. Thomas Stamford Raffles ditunjuk sebagai Gubernur Jenderal, dan ia memiliki minat istimewa terhadap sejarah Jawa. Ia mengumpulkan artefak-artefak antik kesenian Jawa kuno dan membuat catatan mengenai sejarah dan kebudayaan Jawa yang dikumpulkannya dari perjumpaannya dengan rakyat setempat dalam perjalanannya keliling Jawa. Pada kunjungan inspeksinya di Semarang tahun 1814, ia dikabari mengenai adanya sebuah monumen besar jauh di dalam hutan dekat desa Bumisegoro.[30] Karena berhalangan dan tugasnya sebagai Gubernur Jenderal, ia tidak dapat pergi sendiri untuk mencari bangunan itu dan mengutus H.C. Cornelius, seorang insinyur Belanda, untuk menyelidiki keberadaan bangunan besar ini. Dalam dua bulan, Cornelius beserta 200 bawahannya menebang pepohonan dan semak belukar yang tumbuh di bukit Borobudur dan membersihkan lapisan tanah yang mengubur candi ini. Karena ancaman longsor, ia tidak dapat menggali dan membersihkan semua lorong. Ia melaporkan penemuannya kepada Raffles termasuk menyerahkan berbagai gambar sketsa candi Borobudur. Meskipun penemuan ini hanya menyebutkan beberapa kalimat, Raffles dianggap berjasa atas penemuan kembali monumen ini, serta menarik perhatian dunia atas keberadaan monumen yang pernah hilang ini.[11]
Hartmann, seorang pejabat pemerintah Hindia Belanda di Keresidenan Kedu meneruskan kerja Cornelius dan pada 1835 akhirnya seluruh bagian bangunan telah tergali dan terlihat. Minatnya terhadap Borobudur lebih bersifat pribadi daripada tugas kerjanya. Hartmann tidak menulis laporan atas kegiatannya; secara khusus, beredar kabar bahwa ia telah menemukan arca buddha besar di stupa utama.[31] Pada 1842, Hartmann menyelidiki stupa utama meskipun apa yang ia temukan tetap menjadi misteri karena bagian dalam stupa kosong.
Pemerintah Hindia Belanda menugaskan F.C. Wilsen, seorang insinyur pejabat Belanda bidang teknik, ia mempelajari monumen ini dan menggambar ratusan sketsa relief. J.F.G. Brumund juga ditunjuk untuk melakukan penelitian lebih terperinci atas monumen ini, yang dirampungkannya pada 1859. Pemerintah berencana menerbitkan artikel berdasarkan penelitian Brumund yang dilengkapi sketsa-sketsa karya Wilsen, tetapi Brumund menolak untuk bekerja sama. Pemerintah Hindia Belanda kemudian menugaskan ilmuwan lain, C. Leemans, yang mengkompilasi monografi berdasarkan sumber dari Brumund dan Wilsen. Pada 1873, monograf pertama dan penelitian lebih detil atas Borobudur diterbitkan, dilanjutkan edisi terjemahannya dalam bahasa Perancis setahun kemudian.[31] Foto pertama monumen ini diambil pada 1873 oleh ahli engrafi Belanda, Isidore van Kinsbergen.[32]
Penghargaan atas situs ini tumbuh perlahan. Untuk waktu yang cukup lama Borobudur telah menjadi sumber cenderamata dan pendapatan bagi pencuri, penjarah candi, dan kolektor "pemburu artefak". Kepala arca Buddha adalah bagian yang paling banyak dicuri. Karena mencuri seluruh arca buddha terlalu berat dan besar, arca sengaja dijungkirkan dan dijatuhkan oleh pencuri agar kepalanya terpenggal. Karena itulah kini di Borobudur banyak ditemukan arca Buddha tanpa kepala. Kepala Buddha Borobudur telah lama menjadi incaran kolektor benda antik dan museum-museum di seluruh dunia. Pada 1882, kepala inspektur artefak budaya menyarankan agar Borobudur dibongkar seluruhnya dan reliefnya dipindahkan ke museum akibat kondisi yang tidak stabil, ketidakpastian dan pencurian yang marak di monumen.[32] Akibatnya, pemerintah menunjuk Groenveldt, seorang arkeolog, untuk menggelar penyelidikan menyeluruh atas situs dan memperhitungkan kondisi aktual kompleks ini; laporannya menyatakan bahwa kekhawatiran ini berlebihan dan menyarankan agar bangunan ini dibiarkan utuh dan tidak dibongkar untuk dipindahkan.
Bagian candi Borobudur dicuri sebagai benda cinderamata, arca dan ukirannya diburu kolektor benda antik. Tindakan penjarahan situs bersejarah ini bahkan salah satunya direstui Pemerintah Kolonial. Pada tahun 1896, Raja Thailand, Chulalongkorn ketika mengunjungi Jawa di Hindia Belanda (kini Indonesia) menyatakan minatnya untuk memiliki beberapa bagian dari Borobudur. Pemerintah Hindia Belanda mengizinkan dan menghadiahkan delapan gerobak penuh arca dan bagian bangunan Borobudur. Artefak yang diboyong ke Thailand antara lain; lima arca Buddha bersama dengan 30 batu dengan relief, dua patung singa, beberapa batu berbentuk kala, tangga dan gerbang, dan arca penjaga dwarapala yang pernah berdiri di Bukit Dagi — beberapa ratus meter di barat laut Borobudur. Beberapa artefak ini, yaitu arca singa dan dwarapala, kini dipamerkan di Museum Nasional Bangkok.[33]

Pemugaran

Borobudur kembali menarik perhatian pada 1885, ketika Yzerman, Ketua Masyarakat Arkeologi di Yogyakarta, menemukan kaki tersembunyi.[34] Foto-foto yang menampilkan relief pada kaki tersembunyi dibuat pada kurun 1890–1891.[35] Penemuan ini mendorong pemerintah Hindia Belanda untuk mengambil langkah menjaga kelestarian monumen ini. Pada 1900, pemerintah membentuk komisi yang terdiri atas tiga pejabat untuk meneliti monumen ini: Brandes, seorang sejarawan seni, Theodoor van Erp, seorang insinyur yang juga anggota tentara Belanda, dan Van de Kamer, insinyur ahli konstruksi bangunan dari Departemen Pekerjaan Umum.
Penanaman beton dan pipa PVC untuk memperbaiki sistem drainase Borobudur pada pemugaran tahun 1973
Pada 1902, komisi ini mengajukan proposal tiga langkah rencana pelestarian Borobudur kepada pemerintah. Pertama, bahaya yang mendesak harus segera diatasi dengan mengatur kembali sudut-sudut bangunan, memindahkan batu yang membahayakan batu lain di sebelahnya, memperkuat pagar langkan pertama, dan memugar beberapa relung, gerbang, stupa dan stupa utama. Kedua, memagari halaman candi, memelihara dan memperbaiki sistem drainase dengan memperbaiki lantai dan pancuran. Ketiga, semua batuan lepas dan longgar harus dipindahkan, monumen ini dibersihkan hingga pagar langkan pertama, batu yang rusak dipindahkan dan stupa utama dipugar. Total biaya yang diperlukan pada saat itu ditaksir sekitar 48.800 Gulden.
Pemugaran dilakukan pada kurun 1907 dan 1911, menggunakan prinsip anastilosis dan dipimpin Theodor van Erp.[36] Tujuh bulan pertama dihabiskan untuk menggali tanah di sekitar monumen untuk menemukan kepala buddha yang hilang dan panel batu. Van Erp membongkar dan membangun kembali tiga teras melingkar dan stupa di bagian puncak. Dalam prosesnya Van Erp menemukan banyak hal yang dapat diperbaiki; ia mengajukan proposal lain yang disetujui dengan anggaran tambahan sebesar 34.600 gulden. Van Erp melakukan rekonstruksi lebih lanjut, ia bahkan dengan teliti merekonstruksi chattra (payung batu susun tiga) yang memahkotai puncak Borobudur. Pada pandangan pertama, Borobudur telah pulih seperti pada masa kejayaannya. Akan tetapi rekonstruksi chattra hanya menggunakan sedikit batu asli dan hanya rekaan kira-kira. Karena dianggap tidak dapat dipertanggungjawabkan keasliannya, Van Erp membongkar sendiri bagian chattra. Kini mastaka atau kemuncak Borobudur chattra susun tiga tersimpan di Museum Karmawibhangga Borobudur.
Akibat anggaran yang terbatas, pemugaran ini hanya memusatkan perhatian pada membersihkan patung dan batu, Van Erp tidak memecahkan masalah drainase dan tata air. Dalam 15 tahun, dinding galeri miring dan relief menunjukkan retakan dan kerusakan.[36] Van Erp menggunakan beton yang menyebabkan terbentuknya kristal garam alkali dan kalsium hidroksida yang menyebar ke seluruh bagian bangunan dan merusak batu candi. Hal ini menyebabkan masalah sehingga renovasi lebih lanjut diperlukan.
Pemugaran kecil-kecilan dilakukan sejak itu, tetapi tidak cukup untuk memberikan perlindungan yang utuh. Pada akhir 1960-an, Pemerintah Indonesia telah mengajukan permintaan kepada masyarakat internasional untuk pemugaran besar-besaran demi melindungi monumen ini. Pada 1973, rencana induk untuk memulihkan Borobudur dibuat.[37] Pemerintah Indonesia dan UNESCO mengambil langkah untuk perbaikan menyeluruh monumen ini dalam suatu proyek besar antara tahun 1975 dan 1982.[36] Pondasi diperkokoh dan segenap 1.460 panel relief dibersihkan. Pemugaran ini dilakukan dengan membongkar seluruh lima teras bujur sangkar dan memperbaiki sistem drainase dengan menanamkan saluran air ke dalam monumen. Lapisan saringan dan kedap air ditambahkan. Proyek kolosal ini melibatkan 600 orang untuk memulihkan monumen dan menghabiskan biaya total sebesar 6.901.243 dollar AS.[38] Setelah renovasi, UNESCO memasukkan Borobudur ke dalam daftar Situs Warisan Dunia pada tahun 1991.[3] Borobudur masuk dalam kriteria Budaya (i) "mewakili mahakarya kretivitas manusia yang jenius", (ii) "menampilkan pertukaran penting dalam nilai-nilai manusiawi dalam rentang waktu tertentu di dalam suatu wilayah budaya di dunia, dalam pembangunan arsitektur dan teknologi, seni yang monumental, perencanaan tata kota dan rancangan lansekap", dan (vi) "secara langsung dan jelas dihubungkan dengan suatu peristiwa atau tradisi yang hidup, dengan gagasan atau dengan kepercayaan, dengan karya seni artistik dan karya sastra yang memiliki makna universal yang luar biasa".[3]

Peristiwa kontemporer

Biksu peziarah tengah bermeditasi di pelataran puncak
Turis di Borobudur
Setelah pemugaran besar-besaran pada 1973 yang didukung oleh UNESCO,[37] Borobudur kembali menjadi pusat keagamaan dan ziarah agama Buddha. Sekali setahun pada saat bulan purnama sekitar bulan Mei atau Juni, umat Buddha di Indonesia memperingati hari suci Waisak, hari yang memperingati kelahiran, wafat, dan terutama peristiwa pencerahan Siddhartha Gautama yang mencapai tingkat kebijaksanaan tertinggi menjadi Buddha Shakyamuni. Waisak adalah hari libur nasional di Indonesia[39] dan upacara peringatan dipusatkan di tiga candi Buddha utama dengan ritual berjalan dari Candi Mendut menuju Candi Pawon dan prosesi berakhir di Candi Borobudur.[40]
Pada 21 Januari 1985, sembilan stupa rusak parah akibat sembilan bom.[41] Pada 1991 seorang penceramah muslim beraliran ekstrem yang tunanetra, Husein Ali Al Habsyie, dihukum penjara seumur hidup karena berperan sebagai otak serangkaian serangan bom pada pertengahan dekade 1980-an, termasuk serangan atas Candi Borobudur.[42] Dua anggota kelompok ekstrem sayap kanan djatuhi hukuman 20 tahun penjara pada tahun 1986 dan seorang lainnya menerima hukuman 13 tahun penjara.
Sendratari "Mahakarya Borobudur" digelar di Borobudur
Monumen ini adalah obyek wisata tunggal yang paling banyak dikunjungi di Indonesia. Pada 1974 sebanyak 260.000 wisatawan yang 36.000 diantaranya adalah wisatawan mancanegara telah mengunjungi monumen ini.[8] Angka ini meningkat hingga mencapai 2,5 juta pengunjung setiap tahunnya (80% adalah wisatawan domestik) pada pertengahan 1990-an, sebelum Krisis finansial Asia 1997.[9] Akan tetapi pembangunan pariwisata dikritik tidak melibatkan masyarakat setempat sehingga beberapa konflik lokal kerap terjadi.[8] Pada 2003, penduduk dan wirausaha skala kecil di sekitar Borobudur menggelar pertemuan dan protes dengan pembacaan puisi, menolak rencana pemerintah provinsi yang berencana membangun kompleks mal berlantai tiga yang disebut 'Java World'.[43] Upaya masyarakat setempat untuk mendapatkan penghidupan dari sektor pariwisata Borobudur telah meningkatkan jumlah usaha kecil di sekitar Borobudur. Akan tetapi usaha mereka untuk mencari nafkah seringkali malah mengganggu kenyamanan pengunjung. Misalnya pedagang cenderamata asongan yang mengganggu dengan bersikeras menjual dagangannya; meluasnya lapak-lapak pasar cenderamata sehingga saat hendak keluar kompleks candi, pengunjung malah digiring berjalan jauh memutar memasuki labirin pasar cenderamata. Jika tidak tertata maka semua ini membuat kompleks candi Borobudur semakin semrawut.
Pada 27 Mei 2006, gempa berkekuatan 6,2 skala mengguncang pesisir selatan Jawa Tengah. Bencana alam ini menghancurkan kawasan dengan korban terbanyak di Yogyakarta, akan tetapi Borobudur tetap utuh.[44]
Pada 28 Agustus 2006 simposium bertajuk Trail of Civilizations (jejak peradaban) digelar di Borobudur atas prakarsa Gubernur Jawa Tengah dan Kementerian Pariwisata dan Kebudayaan, juga hadir perwakilan UNESCO dan negara-negara mayoritas Buddha di Asia Tenggara, seperti Thailand, Myanmar, Laos, Vietnam, dan Kamboja. Puncak acara ini adalah pagelaran sendratari kolosal "Mahakarya Borobudur" di depan Candi Borobudur. Tarian ini diciptakan dengan berdasarkan gaya tari tradisional Jawa, musik gamelan, dan busananya, menceritakan tentang sejarah pembangunan Borobudur. Setelah simposium ini, sendratari Mahakarya Borobudur kembali dipergelarkan beberapa kali, khususnya menjelang peringatan Waisak yang biasanya turut dihadiri Presiden Republik Indonesia.
Batu peringatan pemugaran candi Borobudur dengan bantuan UNESCO
UNESCO mengidentifikasi tiga permasalahan penting dalam upaya pelestarian Borobudur: (i) vandalisme atau pengrusakan oleh pengunjung; (ii) erosi tanah di bagian tenggara situs; (iii) analisis dan pengembalian bagian-bagian yang hilang.[45] Tanah yang gembur, beberapa kali gempa bumi, dan hujan lebat dapat menggoyahkan struktur bangunan ini. Gempa bumi adalah faktor yang paling parah, karena tidak saja batuan dapat jatuh dan pelengkung ambruk, tanah sendiri bergerak bergelombang yang dapat merusak struktur bangunan.[45] Meningkatnya popularitas stupa menarik banyak pengunjung yang kebanyakan adalah warga Indonesia. Meskipun terdapat banyak papan peringatan untuk tidak menyentuh apapun, pengumandangan peringatan melalui pengeras suara dan adanya penjaga, vandalisme berupa pengrusakan dan pencorat-coretan relief dan arca sering terjadi, hal ini jelas merusak situs ini. Pada 2009, tidak ada sistem untuk membatasi jumlah wisatawan yang boleh berkunjung per hari, atau menerapkan tiap kunjungan harus didampingi pemandu agar pengunjung selalu dalam pengawasan.[45]

Rehabilitasi

Borobudur sangat terdampak letusan Gunung Merapi pada Oktober dan November 2010. Debu vulkanik dari Merapi menutupi kompleks candi yang berjarak 28 kilometres (17 mi) arah barat-baratdaya dari kawah Merapi. Lapisan debu vulkanik mencapai ketebalan 25 centimetres (10 in)[46] menutupi bangunan candi kala letusan 3–5 November 2010, debu juga mematikan tanaman di sekitar, dan para ahli mengkhawatirkan debu vulkanik yang secara kimia bersifat asam dapat merusak batuan bangunan bersejarah ini. Kompleks candi ditutup 5 sampai 9 November 2010 untuk membersihkan luruhan debu.[47][48]
Mencermati upaya rehabilitasi Borobudur setelah letusan Merapi 2010, UNESCO telah menyumbangkan dana sebesar 3 juta dollar AS untuk mendanai upaya rehabilitasi. Membersihkan candi dari endapan debu vulkanik akan menghabiskan waktu sedikitnya 6 bulan, disusul penghijauan kembali dan penanaman pohon di lingkungan sekitar untuk menstabilkan suhu, dan terakhir menghidupkan kembali kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat setempat.[49] Lebih dari 55.000 blok batu candi harus dibongkar untuk memperbaiki sistem tata air dan drainase yang tersumbat adonan debu vulkanik bercampur air hujan. Restorasi berakhir November 2011, lebih awal dari perkiraan semula.[50]

Arsitektur

Borobudur dilihat dari pelataran sudut barat laut
Denah Borobudur membentuk Mandala, lambang alam semesta dalam kosmologi Buddha.
Model Borobudur
Lorong koridor dengan galeri dinding berukir relief
Borobudur merupakan mahakarya seni rupa Buddha Indonesia, sebagai contoh puncak pencapaian keselarasan teknik arsitektur dan estetika seni rupa Buddha di Jawa. Bangunan ini diilhami gagasan dharma dari India, antara lain stupa, dan mandala, tetapi dipercaya juga merupakan kelanjutan unsur lokal; struktur megalitik punden berundak atau piramida bertingkat yang ditemukan dari periode prasejarah Indonesia. Sebagai perpaduan antara pemujaan leluhur asli Indonesia dan perjuangan mencapai Nirwana dalam ajaran Buddha.[3]

Konsep rancang bangun

Pada hakikatnya Borobudur adalah sebuah stupa yang bila dilihat dari atas membentuk pola Mandala besar. Mandala adalah pola rumit yang tersusun atas bujursangkar dan lingkaran konsentris yang melambangkan kosmos atau alam semesta yang lazim ditemukan dalam Buddha aliran Wajrayana-Mahayana. Sepuluh pelataran yang dimiliki Borobudur menggambarkan secara jelas filsafat mazhab Mahayana yang secara bersamaan menggambarkan kosmologi yaitu konsep alam semesta, sekaligus tingkatan alam pikiran dalam ajaran Buddha.[51] Bagaikan sebuah kitab, Borobudur menggambarkan sepuluh tingkatan Bodhisattva yang harus dilalui untuk mencapai kesempurnaan menjadi Buddha. Dasar denah bujur sangkar berukuran 123 metres (404 ft) pada tiap sisinya. Bangunan ini memiliki sembilan teras, enam teras terbawah berbentuk bujur sangkar dan tiga teras teratas berbentuk lingkaran.
Pada tahun 1885, secara tidak disengaja ditemukan struktur tersembunyi di kaki Borobudur.[34] Kaki tersembunyi ini terdapat relief yang 160 diantaranya adalah berkisah tentang Karmawibhangga. Pada relief panel ini terdapat ukiran aksara yang merupakan petunjuk bagi pengukir untuk membuat adegan dalam gambar relief.[52] Kaki asli ini tertutup oleh penambahan struktur batu yang membentuk pelataran yang cukup luas, fungsi sesungguhnya masih menjadi misteri. Awalnya diduga bahwa penambahan kaki ini untuk mencegah kelongsoran monumen.[52] Teori lain mengajukan bahwa penambahan kaki ini disebabkan kesalahan perancangan kaki asli, dan tidak sesuai dengan Wastu Sastra, kitab India mengenai arsitektur dan tata kota.[34] Apapun alasan penambahan kaki ini, penambahan dan pembuatan kaki tambahan ini dilakukan dengan teliti dengan mempertimbangkan alasan keagamaan, estetik, dan teknis.
Ketiga tingkatan ranah spiritual dalam kosmologi Buddha adalah:
Kamadhatu Bagian kaki Borobudur melambangkan Kamadhatu, yaitu dunia yang masih dikuasai oleh kama atau "nafsu rendah". Bagian ini sebagian besar tertutup oleh tumpukan batu yang diduga dibuat untuk memperkuat konstruksi candi. Pada bagian kaki asli yang tertutup struktur tambahan ini terdapat 160 panel cerita Karmawibhangga yang kini tersembunyi. Sebagian kecil struktur tambahan di sudut tenggara disisihkan sehingga orang masih dapat melihat beberapa relief pada bagian ini. Struktur batu andesit kaki tambahan yang menutupi kaki asli ini memiliki volume 13.000 meter kubik.[5]
Rupadhatu Empat undak teras yang membentuk lorong keliling yang pada dindingnya dihiasi galeri relief oleh para ahli dinamakan Rupadhatu. Lantainya berbentuk persegi. Rupadhatu terdiri dari empat lorong dengan 1.300 gambar relief. Panjang relief seluruhnya 2,5 km dengan 1.212 panel berukir dekoratif. Rupadhatu adalah dunia yang sudah dapat membebaskan diri dari nafsu, tetapi masih terikat oleh rupa dan bentuk. Tingkatan ini melambangkan alam antara yakni, antara alam bawah dan alam atas. Pada bagian Rupadhatu ini patung-patung Buddha terdapat pada ceruk atau relung dinding di atas pagar langkan atau selasar. Aslinya terdapat 432 arca Buddha di dalam relung-relung terbuka di sepanjang sisi luar di pagar langkan.[5] Pada pagar langkan terdapat sedikit perbedaan rancangan yang melambangkan peralihan dari ranah Kamadhatu menuju ranah Rupadhatu; pagar langkan paling rendah dimahkotai ratna, sedangkan empat tingkat pagar langkan diatasnya dimahkotai stupika (stupa kecil). Bagian teras-teras bujursangkar ini kaya akan hiasan dan ukiran relief.
Arupadhatu Berbeda dengan lorong-lorong Rupadhatu yang kaya akan relief, mulai lantai kelima hingga ketujuh dindingnya tidak berelief. Tingkatan ini dinamakan Arupadhatu (yang berarti tidak berupa atau tidak berwujud). Denah lantai berbentuk lingkaran. Tingkatan ini melambangkan alam atas, di mana manusia sudah bebas dari segala keinginan dan ikatan bentuk dan rupa, namun belum mencapai nirwana. Pada pelataran lingkaran terdapat 72 dua stupa kecil berterawang yang tersusun dalam tiga barisan yang mengelilingi satu stupa besar sebagai stupa induk. Stupa kecil berbentuk lonceng ini disusun dalam 3 teras lingkaran yang masing-masing berjumlah 32, 24, dan 16 (total 72 stupa). Dua teras terbawah stupanya lebih besar dengan lubang berbentuk belah ketupat, satu teras teratas stupanya sedikit lebih kecil dan lubangnya berbentuk kotak bujur sangkar. Patung-patung Buddha ditempatkan di dalam stupa yang ditutup berlubang-lubang seperti dalam kurungan. Dari luar patung-patung itu masih tampak samar-samar. Rancang bangun ini dengan cerdas menjelaskan konsep peralihan menuju keadaan tanpa wujud, yakni arca Buddha itu ada tetapi tak terlihat.
Tingkatan tertinggi yang menggambarkan ketiadaan wujud yang sempurna dilambangkan berupa stupa yang terbesar dan tertinggi. Stupa digambarkan polos tanpa lubang-lubang. Di dalam stupa terbesar ini pernah ditemukan patung Buddha yang tidak sempurna atau disebut juga Buddha yang tidak rampung, yang disalahsangkakan sebagai patung 'Adibuddha', padahal melalui penelitian lebih lanjut tidak pernah ada patung di dalam stupa utama, patung yang tidak selesai itu merupakan kesalahan pemahatnya pada zaman dahulu. Menurut kepercayaan patung yang salah dalam proses pembuatannya memang tidak boleh dirusak. Penggalian arkeologi yang dilakukan di halaman candi ini menemukan banyak patung seperti ini. Stupa utama yang dibiarkan kosong diduga bermakna kebijaksanaan tertinggi, yaitu kasunyatan, kesunyian dan ketiadaan sempurna dimana jiwa manusia sudah tidak terikat hasrat, keinginan, dan bentuk serta terbebas dari lingkaran samsara.

Struktur bangunan

Arca singa penjaga gerbang
Ukiran raksasa sebagai kepala pancuran drainase
Penampang candi Borobudur terdapat rasio perbandingan 4:6:9 antara bagian kaki, tubuh, dan kepala
Tangga Borobudur mendaki melalui serangkaian gapura berukir Kala-Makara
Sekitar 55.000 meter kubik batu andesit diangkut dari tambang batu dan tempat penatahan untuk membangun monumen ini.[53] Batu ini dipotong dalam ukuran tertentu, diangkut menuju situs dan disatukan tanpa menggunakan semen. Struktur Borobudur tidak memakai semen sama sekali, melainkan sistem interlock (saling kunci) yaitu seperti balok-balok lego yang bisa menempel tanpa perekat. Batu-batu ini disatukan dengan tonjolan dan lubang yang tepat dan muat satu sama lain, serta bentuk "ekor merpati" yang mengunci dua blok batu. Relief dibuat di lokasi setelah struktur bangunan dan dinding rampung.
Monumen ini dilengkapi dengan sistem drainase yang cukup baik untuk wilayah dengan curah hujan yang tinggi. Untuk mencegah genangan dan kebanjiran, 100 pancuran dipasang disetiap sudut, masing-masing dengan rancangan yang unik berbentuk kepala raksasa kala atau makara.
Borobudur amat berbeda dengan rancangan candi lainnya, candi ini tidak dibangun di atas permukaan datar, tetapi di atas bukit alami. Akan tetapi teknik pembangunannya serupa dengan candi-candi lain di Jawa. Borobudur tidak memiliki ruang-ruang pemujaan seperti candi-candi lain. Yang ada ialah lorong-lorong panjang yang merupakan jalan sempit. Lorong-lorong dibatasi dinding mengelilingi candi tingkat demi tingkat. Secara umum rancang bangun Borobudur mirip dengan piramida berundak. Di lorong-lorong inilah umat Buddha diperkirakan melakukan upacara berjalan kaki mengelilingi candi ke arah kanan. Borobudur mungkin pada awalnya berfungsi lebih sebagai sebuah stupa, daripada kuil atau candi.[53] Stupa memang dimaksudkan sebagai bangunan suci untuk memuliakan Buddha. Terkadang stupa dibangun sebagai lambang penghormatan dan pemuliaan kepada Buddha. Sementara kuil atau candi lebih berfungsi sebagai rumah ibadah. Rancangannya yang rumit dari monumen ini menunjukkan bahwa bangunan ini memang sebuah bangunan tempat peribadatan. Bentuk bangunan tanpa ruangan dan struktur teras bertingkat-tingkat ini diduga merupakan perkembangan dari bentuk punden berundak, yang merupakan bentuk arsitektur asli dari masa prasejarah Indonesia.
Menurut legenda setempat arsitek perancang Borobudur bernama Gunadharma, sedikit yang diketahui tentang arsitek misterius ini.[54] Namanya lebih berdasarkan dongeng dan legenda Jawa dan bukan berdasarkan prasasti bersejarah. Legenda Gunadharma terkait dengan cerita rakyat mengenai perbukitan Menoreh yang bentuknya menyerupai tubuh orang berbaring. Dongeng lokal ini menceritakan bahwa tubuh Gunadharma yang berbaring berubah menjadi jajaran perbukitan Menoreh, tentu saja legenda ini hanya fiksi dan dongeng belaka.
Perancangan Borobudur menggunakan satuan ukur tala, yaitu panjang wajah manusia antara ujung garis rambut di dahi hingga ujung dagu, atau jarak jengkal antara ujung ibu jari dengan ujung jari kelingking ketika telapak tangan dikembangkan sepenuhnya.[55] Tentu saja satuan ini bersifat relatif dan sedikit berbeda antar individu, akan tetapi satuan ini tetap pada monumen ini. Penelitian pada 1977 mengungkapkan rasio perbandingan 4:6:9 yang ditemukan di monumen ini. Arsitek menggunakan formula ini untuk menentukan dimensi yang tepat dari suatu fraktal geometri perulangan swa-serupa dalam rancangan Borobudur.[55][56] Rasio matematis ini juga ditemukan dalam rancang bangun Candi Mendut dan Pawon di dekatnya. Arkeolog yakin bahwa rasio 4:6:9 dan satuan tala memiliki fungsi dan makna penanggalan, astronomi, dan kosmologi. Hal yang sama juga berlaku di candi Angkor Wat di Kamboja.[54]
Struktur bangunan dapat dibagi atas tiga bagian: dasar (kaki), tubuh, dan puncak.[54] Dasar berukuran 123×123 m (403.5 × 403.5 ft) dengan tinggi 4 metres (13 ft).[53] Tubuh candi terdiri atas lima batur teras bujur sangkar yang makin mengecil di atasnya. Teras pertama mundur 7 metres (23 ft) dari ujung dasar teras. Tiap teras berikutnya mundur 2 metres (6.6 ft), menyisakan lorong sempit pada tiap tingkatan. Bagian atas terdiri atas tiga teras melingkar, tiap tingkatan menopang barisan stupa berterawang yang disusun secara konsentris. Terdapat stupa utama yang terbesar di tengah; dengan pucuk mencapai ketinggian 35 metres (115 ft) dari permukaan tanah. Tinggi asli Borobudur termasuk chattra (payung susun tiga) yang kini dilepas adalah 42 metres (138 ft) . Tangga terletak pada bagian tengah keempat sisi mata angin yang membawa pengunjung menuju bagian puncak monumen melalui serangkaian gerbang pelengkung yang dijaga 32 arca singa. Gawang pintu gerbang dihiasi ukiran Kala pada puncak tengah lowong pintu dan ukiran makara yang menonjol di kedua sisinya. Motif Kala-Makara lazim ditemui dalam arsitektur pintu candi di Jawa. Pintu utama terletak di sisi timur, sekaligus titik awal untuk membaca kisah relief. Tangga ini lurus terus tersambung dengan tangga pada lereng bukit yang menghubungkan candi dengan dataran di sekitarnya.

Relief

Seni pahat Borobudur memiliki kehalusan gaya dan citarasa estetik yang anggun
Letak relief kisah-kisah naskah suci Buddha di dinding Borobudur
Borobudur
Pada dinding candi di setiap tingkatan — kecuali pada teras-teras Arupadhatu — dipahatkan panel-panel bas-relief yang dibuat dengan sangat teliti dan halus.[57] Relief dan pola hias Borobudur bergaya naturalis dengan proporsi yang ideal dan selera estetik yang halus. Relief-relief ini sangat indah, bahkan dianggap sebagai yang paling elegan dan anggun dalam kesenian dunia Buddha.[58] Relief Borobudur juga menerapkan disiplin senirupa India, seperti berbagai sikap tubuh yang memiliki makna atau nilai estetis tertentu. Relief-relief berwujud manusia mulia seperti pertapa, raja dan wanita bangsawan, bidadari atapun makhluk yang mencapai derajat kesucian laksana dewa, seperti tara dan boddhisatwa, seringkali digambarkan dengan posisi tubuh tribhanga. Posisi tubuh ini disebut "lekuk tiga" yaitu melekuk atau sedikit condong pada bagian leher, pinggul, dan pergelangan kaki dengan beban tubuh hanya bertumpu pada satu kaki, sementara kaki yang lainnya dilekuk beristirahat. Posisi tubuh yang luwes ini menyiratkan keanggunan, misalnya figur bidadari Surasundari yang berdiri dengan sikap tubuh tribhanga sambil menggenggam teratai bertangkai panjang.[59]
Relief Borobudur menampilkan banyak gambar; seperti sosok manusia baik bangsawan, rakyat jelata, atau pertapa, aneka tumbuhan dan hewan, serta menampilkan bentuk bangunan vernakular tradisional Nusantara. Borobudur tak ubahnya bagaikan kitab yang merekam berbagai aspek kehidupan masyarakat Jawa kuno. Banyak arkeolog meneliti kehidupan masa lampau di Jawa kuno dan Nusantara abad ke-8 dan ke-9 dengan mencermati dan merujuk ukiran relief Borobudur. Bentuk rumah panggung, lumbung, istana dan candi, bentuk perhiasan, busana serta persenjataan, aneka tumbuhan dan margasatwa, serta alat transportasi, dicermati oleh para peneliti. Salah satunya adalah relief terkenal yang menggambarkan Kapal Borobudur.[60] Kapal kayu bercadik khas Nusantara ini menunjukkan kebudayaan bahari purbakala. Replika bahtera yang dibuat berdasarkan relief Borobudur tersimpan di Museum Samudra Raksa yang terletak di sebelah utara Borobudur.[61]
Relief-relief ini dibaca sesuai arah jarum jam atau disebut mapradaksina dalam bahasa Jawa Kuna yang berasal dari bahasa Sanskerta daksina yang artinya ialah timur. Relief-relief ini bermacam-macam isi ceritanya, antara lain relief-relief cerita jātaka. Pembacaan cerita-cerita relief ini senantiasa dimulai, dan berakhir pada pintu gerbang sisi timur di setiap tingkatnya, mulainya di sebelah kiri dan berakhir di sebelah kanan pintu gerbang itu. Maka secara nyata bahwa sebelah timur adalah tangga naik yang sesungguhnya (utama) dan menuju puncak candi, artinya bahwa candi menghadap ke timur meskipun sisi-sisi lainnya serupa benar.
Adapun susunan dan pembagian relief cerita pada dinding dan pagar langkan candi adalah sebagai berikut.
Bagan Relief
Tingkat Posisi/letak Cerita Relief Jumlah Pigura
Kaki candi asli ----- Karmawibhangga 160
Tingkat I dinding a. Lalitawistara 120
b. jataka/awadana 120
langkan a. jataka/awadana 372
b. jataka/awadana 128
Tingkat II dinding Gandawyuha 128
langkan jataka/awadana 100
Tingkat III dinding Gandawyuha 88
langkan Gandawyuha 88
Tingkat IV dinding Gandawyuha 84
langkan Gandawyuha 72
Jumlah 1460
Secara runtutan, maka cerita pada relief candi secara singkat bermakna sebagai berikut :
Karmawibhangga
Salah satu ukiran Karmawibhangga di dinding candi Borobudur (lantai 0 sudut tenggara)
Sesuai dengan makna simbolis pada kaki candi, relief yang menghiasi dinding batur yang terselubung tersebut menggambarkan hukum karma. Karmawibhangga adalah naskah yang menggambarkan ajaran mengenai karma, yakni sebab-akibat perbuatan baik dan jahat. Deretan relief tersebut bukan merupakan cerita seri (serial), tetapi pada setiap pigura menggambarkan suatu cerita yang mempunyai hubungan sebab akibat. Relief tersebut tidak saja memberi gambaran terhadap perbuatan tercela manusia disertai dengan hukuman yang akan diperolehnya, tetapi juga perbuatan baik manusia dan pahala. Secara keseluruhan merupakan penggambaran kehidupan manusia dalam lingkaran lahir - hidup - mati (samsara) yang tidak pernah berakhir, dan oleh agama Buddha rantai tersebutlah yang akan diakhiri untuk menuju kesempurnaan. Kini hanya bagian tenggara yang terbuka dan dapat dilihat oleh pengujung. Foto lengkap relief Karmawibhangga dapat disaksikan di Museum Karmawibhangga di sisi utara candi Borobudur.
Lalitawistara
Pangeran Siddhartha Gautama mencukur rambutnya dan menjadi pertapa
Merupakan penggambaran riwayat Sang Buddha dalam deretan relief-relief (tetapi bukan merupakan riwayat yang lengkap) yang dimulai dari turunnya Sang Buddha dari surga Tushita, dan berakhir dengan wejangan pertama di Taman Rusa dekat kota Banaras. Relief ini berderet dari tangga pada sisi sebelah selatan, setelah melampui deretan relief sebanyak 27 pigura yang dimulai dari tangga sisi timur. Ke-27 pigura tersebut menggambarkan kesibukan, baik di sorga maupun di dunia, sebagai persiapan untuk menyambut hadirnya penjelmaan terakhir Sang Bodhisattwa selaku calon Buddha. Relief tersebut menggambarkan lahirnya Sang Buddha di arcapada ini sebagai Pangeran Siddhartha, putra Raja Suddhodana dan Permaisuri Maya dari Negeri Kapilawastu. Relief tersebut berjumlah 120 pigura, yang berakhir dengan wejangan pertama, yang secara simbolis dinyatakan sebagai Pemutaran Roda Dharma, ajaran Sang Buddha di sebut dharma yang juga berarti "hukum", sedangkan dharma dilambangkan sebagai roda.
Jataka dan Awadana
Jataka adalah berbagai cerita tentang Sang Buddha sebelum dilahirkan sebagai Pangeran Siddharta. Isinya merupakan pokok penonjolan perbuatan-perbuatan baik, seperti sikap rela berkorban dan suka menolong yang membedakan Sang Bodhisattwa dari makhluk lain manapun juga. Beberapa kisah Jataka menampilkan kisah fabel yakni kisah yang melibatkan tokoh satwa yang bersikap dan berpikir seperti manusia. Sesungguhnya, pengumpulan jasa atau perbuatan baik merupakan tahapan persiapan dalam usaha menuju ketingkat ke-Buddha-an.
Sedangkan Awadana, pada dasarnya hampir sama dengan Jataka akan tetapi pelakunya bukan Sang Bodhisattwa, melainkan orang lain dan ceritanya dihimpun dalam kitab Diwyawadana yang berarti perbuatan mulia kedewaan, dan kitab Awadanasataka atau seratus cerita Awadana. Pada relief candi Borobudur Jataka dan Awadana, diperlakukan sama, artinya keduanya terdapat dalam deretan yang sama tanpa dibedakan. Himpunan yang paling terkenal dari kehidupan Sang Bodhisattwa adalah Jatakamala atau untaian cerita Jataka, karya penyair Aryasura yang hidup dalam abad ke-4 Masehi.
Gandawyuha
Merupakan deretan relief menghiasi dinding lorong ke-2,adalah cerita Sudhana yang berkelana tanpa mengenal lelah dalam usahanya mencari Pengetahuan Tertinggi tentang Kebenaran Sejati oleh Sudhana. Penggambarannya dalam 460 pigura didasarkan pada kitab suci Buddha Mahayana yang berjudul Gandawyuha, dan untuk bagian penutupnya berdasarkan cerita kitab lainnya yaitu Bhadracari.

Arca Buddha

Sebuah arca Buddha di dalam stupa berterawang
Selain wujud buddha dalam kosmologi buddhis yang terukir di dinding, di Borobudur terdapat banyak arca buddha duduk bersila dalam posisi teratai serta menampilkan mudra atau sikap tangan simbolis tertentu. Patung buddha dengan tinggi 1,5 meter ini dipahat dari bahan batu andesit.[5]
Patung buddha dalam relung-relung di tingkat Rupadhatu, diatur berdasarkan barisan di sisi luar pagar langkan. Jumlahnya semakin berkurang pada sisi atasnya. Barisan pagar langkan pertama terdiri dari 104 relung, baris kedua 104 relung, baris ketiga 88 relung, baris keempat 72 relung, dan baris kelima 64 relung. Jumlah total terdapat 432 arca Buddha di tingkat Rupadhatu.[4] Pada bagian Arupadhatu (tiga pelataran melingkar), arca Buddha diletakkan di dalam stupa-stupa berterawang (berlubang). Pada pelataran melingkar pertama terdapat 32 stupa, pelataran kedua 24 stupa, dan pelataran ketiga terdapat 16 stupa, semuanya total 72 stupa.[4] Dari jumlah asli sebanyak 504 arca Buddha, lebih dari 300 telah rusak (kebanyakan tanpa kepala) dan 43 hilang (sejak penemuan monumen ini, kepala buddha sering dicuri sebagai barang koleksi, kebanyakan oleh museum luar negeri).[62]
Secara sepintas semua arca buddha ini terlihat serupa, akan tetapi terdapat perbedaan halus diantaranya, yaitu pada mudra atau posisi sikap tangan. Terdapat lima golongan mudra: Utara, Timur, Selatan, Barat, dan Tengah, kesemuanya berdasarkan lima arah utama kompas menurut ajaran Mahayana. Keempat pagar langkan memiliki empat mudra: Utara, Timur, Selatan, dan Barat, dimana masing-masing arca buddha yang menghadap arah tersebut menampilkan mudra yang khas. Arca Buddha pada pagar langkan kelima dan arca buddha di dalam 72 stupa berterawang di pelataran atas menampilkan mudra: Tengah atau Pusat. Masing-masing mudra melambangkan lima Dhyani Buddha; masing-masing dengan makna simbolisnya tersendiri.[63]
Mengikuti urutan Pradakshina yaitu gerakan mengelilingi searah jarum jam dimulai dari sisi Timur, maka mudra arca-arca buddha di Borobudur adalah:
Arca Mudra Melambangkan Dhyani Buddha Arah Mata Angin Lokasi Arca
COLLECTIE TROPENMUSEUM Boeddhabeeld van de Borobudur TMnr 10016277.jpg Bhumisparsa mudra Memanggil bumi sebagai saksi Aksobhya Timur Relung di pagar langkan 4 baris pertama Rupadhatu sisi timur
COLLECTIE TROPENMUSEUM Boeddhabeeld van de Borobudur TMnr 60013976.jpg Wara mudra Kedermawanan Ratnasambhawa Selatan Relung di pagar langkan 4 baris pertama Rupadhatu sisi selatan
COLLECTIE TROPENMUSEUM Boeddhabeeld van de Borobudur voorstellende Dhyani Boeddha Amitabha TMnr 10016276.jpg Dhyana mudra Semadi atau meditasi Amitabha Barat Relung di pagar langkan 4 baris pertama Rupadhatu sisi barat
COLLECTIE TROPENMUSEUM Boeddhabeeld van de Borobudur voorstellende Dhyani Boeddha Amogasiddha TMnr 10016274.jpg Abhaya mudra Ketidakgentaran Amoghasiddhi Utara Relung di pagar langkan 4 baris pertama Rupadhatu sisi utara
COLLECTIE TROPENMUSEUM Boeddhabeeld van de Borobudur voorstellende Dhyani Boeddha Vairocana TMnr 10015947.jpg Witarka mudra Akal budi Wairocana Tengah Relung di pagar langkan baris kelima (teratas) Rupadhatu semua sisi
COLLECTIE TROPENMUSEUM Boeddhabeeld van de Borobudur TMnr 60019836.jpg Dharmachakra mudra Pemutaran roda dharma Wairocana Tengah Di dalam 72 stupa di 3 teras melingkar Arupadhatu

Warisan

Presiden Sukarno mengajak Nehru mengunjungi Borobudur pada bulan Juni 1950.
Pencapaian estetika dan keahlian teknik arsitektur yang ditampilkan Borobudur, serta ukurannya yang luar biasa, menjadi bukti keagungan masa lalu, dan telah membangkitkan kebanggaan bagi Bangsa Indonesia. Sebagaimana peran Angkor Wat bagi Bangsa Kamboja, Borobudur telah menjadi simbol yang kuat bagi Indonesia — sebagai saksi kejayaan masa lalu. Sukarno menegaskannya dengan mengajak tamu-tamu negara mengunjunginya. Sementara pemerintahan Suharto — menyadari makna simbolis dan potensi ekonominya — secara tekun menggelar proyek pemugaran untuk memulihkan monumen ini dengan bantuan UNESCO. Banyak museum di Indonesia memamerkan model skala kecil atau replika Borobudur. Monumen ini telah menjadi ikon, dikelompokkan bersama wayang dan gamelan sebagai wujud budaya klasik Jawa yang menjadi inspirasi Indonesia.[64]
Lambang provinsi Jawa Tengah menampilkan Borobudur.
Beberapa artefak arkeologi dari Borobudur, atau replikanya, dipamerkan di beberapa museum di Indonesia dan mancanegara. Selain Museum Karmawibhangga dalam kompleks Borobudur, beberapa museum menyimpan relik dari Borobudur, antara lain Museum Nasional Indonesia, Tropenmuseum di Amsterdam, British Museum di London, dan Museum Nasional Bangkok. Sementara Museum Louvre di Paris, Museum Negara Malaysia di Kuala Lumpur, dan Museum Agama Dunia di Taipei juga menampilkan replika Borobudur.[65] Monumen ini telah menarik perhatian dunia kepada peradaban klasik Buddha Jawa Kuno.
Penemuan kembali dan pemugaran Borobudur telah disanjung-sanjung oleh Umat Buddha Indonesia sebagai pertanda kebangkitan ajaran Buddha di Indonesia. Pada 1934, Narada Thera, seorang biksu penceramah dari Sri Lanka, mengunjungi Indonesia untuk pertama kalinya sebagai bagian dari perjalanannya menyebarkan ajaran Dharma di Asia Tenggara. Kesempatan ini dimanfaatkan umat Buddha setempat untuk membangkitkan kembali seruan Dharma di Indonesia. Pada kesempatan itu digelar upacara penanaman Pohon Bodhi di sisi tenggara Borobudur, pada tanggal 10 Maret 1934 dengan diberkati oleh Narada Thera, sekaligus pengangkatan beberapa Upasaka menjadi Bhiksu.[66] Setiap tahun, ribuan umat Buddha dari seluruh Indonesia dan negara-negara tetangga, berkumpul di Borobudur untuk memperingati hari Trisuci Waisak.[67]
Lambang provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Magelang, menampilkan gambar Borobudur. Candi ini telah menjadi simbol Jawa Tengah, dan Indonesia secara luas. Borobudur telah menjadi nama beberapa institusi dan badan usaha, seperti Universitas Borobudur, Hotel Borobudur Jakarta, serta beberapa rumah makan Indonesia di luar negeri. Borobudur ditampilkan dalam uang rupiah, perangko, dibahas dalam beberapa buku, berita, publikasi, dokumenter, serta materi promosi pariwisata Indonesia. Candi ini menjadi atraksi wisata terkemuka di Indonesia, penting untuk menggerakan roda perekonomian lokal dan di kawasan sekitar Borobudur. Misalnya, sektor pariwisata Kota Yogyakarta tumbuh berkembang salah satunya berkat kedekatannya dengan candi Borobudur dan Prambanan.

Ikhtisar waktu proses pemugaran Candi Borobudur

  • 1814 - Sir Thomas Stamford Raffles, Gubernur Jenderal Britania Raya di Jawa, mendengar adanya penemuan benda purbakala di desa Borobudur. Raffles memerintahkan H.C. Cornelius untuk menyelidiki lokasi penemuan, berupa bukit yang dipenuhi semak belukar.
  • 1873 - monografi pertama tentang candi diterbitkan.
  • 1900 - pemerintahan Hindia Belanda menetapkan sebuah panitia pemugaran dan perawatan candi Borobudur.
  • 1963 - Pemerintah Indonesia mengeluarkan surat keputusan untuk memugar Borobudur, tapi berantakan setelah terjadi peristiwa G-30-S.
  • 1968 - Pada konferensi-15 di Perancis, UNESCO setuju untuk memberi bantuan untuk menyelamatkan Borobudur.
  • 1971 - Pemerintah Indonesia membentuk badan pemugaran Borobudur yang diketuai Prof.Ir.Roosseno.
  • 1972 - International Consultative Committee dibentuk dengan melibatkan berbagai negara dan Roosseno sebagai ketuanya. Komite yang disponsori UNESCO menyediakan 5 juta dolar Amerika Serikat dari biaya pemugaran 7.750 juta dolar Amerika Serikat. Sisanya ditanggung Indonesia.





https://id.wikipedia.org/wiki/Borobudur